Harga Cabai Melonjak, Masyarakat Diimbau Lakukan Pengawetan Mandiri
(Kementan) terus melakukan berbagai upaya untuk menjamin ketersediaan harga cabai agar tidak melonjak tinggi dan mengimbau pengawetan mandiri.
IDXChannel - Terkait terjadinya kenaikan harga cabai selama dua bulan terakhir, Kementerian Pertanian (Kementan) terus melakukan berbagai upaya untuk menjamin ketersediaan harga cabai agar tidak melonjak tinggi, namun di sisi lain juga diimbau untuk hemat dengan pengawetan mandiri untuk mengonsumsi.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Tommy Nugraha meminta masyarakat juga dapat melakukan pengawetan sendiri pada saat harga cabai sedang murah serta menggerakkan masyarakat rumah tangga untuk dapat bertanam aneka cabai di pekarangan.
"Sehingga tidak terlalu terpengaruh apabila terjadi lonjakan harga cabai di pasaran, ujar Tommy di Jakarta, Minggu (14/3/2021).
Kembali dijelaskan Tommy, bahwa pada April 2021 diprediksi pasokan sudah aman sehingga tidak perlu adanya impor cabai. "Data Early Warning System (EWS) kita menunjukkan neraca produksi cabai rawit surplus sebesar 42 ribu ton di bulan April dan 48 ribu ton di bulan Mei," jelasnya.
Tommy juga menekankan bahwa kini Kementerian Pertanian dan BUMN sebagai off taker, akan mendorong petani menerapkan inovasi rain shelter untuk melakukan tanam pada bulan off season (Juli-Agustus).
Untuk menjaga pasokan cabai di DKI Jakarta sebagai barometer harga komoditas nasional, maka perlu ada buffer stock berupa standing crop di wilayah-wilayah daerah penyangga yang dapat dikendalikan Pemerintah.
"Kita terus mengedukasi masyarakat untuk mengkonsumsi cabai olahan (kering, bubuk, pasta, sambal botol, saus), sehingga tidak tergantung kepada cabai segar," katanya.
Sekadar diketahui, sebelumnya harga cabai rawit alami kenaikan dipacu pasokan yang berkurang akibat berbagai faktor. Mulai dari berkurangnya pertanaman karena rendahnya harga sepanjang tahun 2020 akibat dampak pandemi Covid-19. Ditambah dengan faktor cuaca ekstrim (La Nina) yang mengganggu produksi hingga bencana alam yang merusak pertanaman di beberapa wilayah sentra produksi. (FHM)