Ingatkan Soal Power Wheeling, YLKI: Bom Waktu Tarif Listrik yang Merugikan Konsumen
sistem ketenagalistrikan harus dikuasai sepenuhnya oleh negara dan dinikmati oleh masyarakat.
IDXChannel - Desakan agar pemerintah mencabut pembahasan terkait skema power wheeling dari Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) terus menguat.
Kali ini, tekanan juga dilayangkan oleh Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, yang mendesak pemerintah untuk tidak menerapkan skema power wheeling pada sistem ketenagalistrikan di Tanah Air.
"Pemerintah sebaiknya jangan gegabah menerapkan sistem power wheeling dalam sistem ketenagalistrikan kita. Karena implementasi power wheeling dalam jangka panjang akan merugikan konsumen," ujar Tulus, dalam keterangan resminya, Senin (9/9/2024).
Menurut Tulus, skema power wheeling merupakan konsep yang sangat berbahaya untuk diterapkan, karena memperbolehkan produsen listrik swasta menggunakan jaringan yang selama ini dikelola negara untuk menjual produk listriknya ke masyarakat umum.
"Jika sudah ada peran swasta, maka dikhawatirkan bakal terbentuk kartel atau oligopoli dalam sistem ketenagalistrikan. Dengan adanya campur tangan swasta, maka pemerintah akan sulit mengintervensi penentuan tarif listrik," ujar Tulus.
Jika pemerintah sulit menentukan tarif, Tulus menjelaskan, maka yang terjadi adalah tarif listrik bakal terus naik mengikuti mekanisme pasar. Kondisi tersebut tentu sangat merugikan bagi masyarakat sebagai konsumen akhir (end user) dari ketatalistrikan nasional.
Di lain pihak, dikatakan Tulus, pemerintah juga sangat dirugikan karena dengan selama ini telah menghabiskan biaya investasi yang sangat besar, namun pada akhirnya jaringan transmisi listrik tersebut justru digunakan juga oleh swasta.
"Sudah investasi saat membangunnya mahal, kemudian jaringan listrik itu yang memakai justru pihak swasta. Tentu itu sangat merugikan," ujar Tulus.
Tulus berpendapat, sistem ketenagalistrikan harus dikuasai sepenuhnya oleh negara dan dinikmati oleh masyarakat.
"Negara harus hadir secara kuat dalam mengendalikan sistem ketenagalistrikan. Bukan malah dinikmati oleh segelintir investor," ujar Tulus.
(taufan sukma)