IDXChannel — Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, meminta pasal power wheeling dalam RUU EBET harus dihapus dalam RUU EBET karena melanggar konstitusi, mengurangi pendapatan negara, dan menggerus APBN.
"Mengizinkan Independent Power Plant (IPP) menjual listrik secara langsung kepada konsumen merupakan bentuk liberalisasi kelistrikan yang bertentangan dengan konstitusi. Karena cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara," ujar Fahmy, dalam keterangan remsinya.
Menurut Fahmy, power wheeling justru akan menggerus pendapatan negara, lantaran 90 persen penjualan listrik berasal dari pelanggan industri.
"Selain menggerus pendapatan negara, skema power wheeling akan meningkatkan biaya operasional PLN untuk membiayai pembangkit cadangan, yang dibutuhkan menopang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang bersifat intermittent dipengaruhi matahari dan angin," ujar Fahmy.
Peningkatan biaya operasional itu akan memperbesar harga pokok penyediaan (HPP) listrik. Kalau tarif listrik ditetapkan di bawah HPP, maka negara harus merogoh APBN untuk membayar kompensasi dari biaya operasional ketenagalistrikan.