ECONOMICS

Ini Fakta-fakta di Balik Kerugian Garuda (GIAA) hingga Berpotensi Bangkrut

Suparjo Ramalan 04/06/2021 18:18 WIB

Bahkan, pemegang saham mengakui emiten pelat merah itu berpotensi bangkrut.

Ini Fakta-fakta di Balik Kerugian Garuda (GIAA) hingga Berpotensi Bangkrut (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Maskapai penerbangan nasional, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, tengah menelan pil pahit karena persoalan utang dan kerugian yang dialaminya. Bahkan, pemegang saham mengakui emiten pelat merah itu berpotensi bangkrut.  

Kebangkrutan Garuda menjadi kenyataan, jika skema restrukturisasi utang yang menjadi opsi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak disepakati oleh kreditur. 

Nilai restrukturisasi utang yang ditargetkan pemegang saham pun bombastik yakni mencapai 1,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 21,4 triliun (Kurs Rp 14,400 per dolar AS). Saat ini utang emiten tercatat 4,5 miliar dolar AS atau mendekati Rp 70 triliun. 

“Memang ada resiko kalau proses restrukturisasi ini kemudian kreditor tidak menyetujui atau akhirnya banyak tuntutan-tuntutan legal terhadap Garuda Indonesia bisa terjadi tidak mencapai kuorum dan akhirnya bisa jadi menuju kebangkrutan. Ini yang kita hindari,” ujar Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, dikutip Jumat (4/6/2021). 

Adapun MNC Portal Indonesia merangkum sejumlah sebab utama kerugian Garuda Indonesia hingga berpotensi gulung tikar. Berikut fakta-faktanya:  

1. Harga Sewa Pesawat Mahal 

Menteri BUMN, Erick Thohir menyebut, harga sewa pesawat yang dipatok lessor cukup tinggi. Asumsi itu didasari atas kinerja Garuda yang mulai memburuk sejak tingkat penumpang menurun drastis selama pandemi Covid-19. Dari 36 lessor yang menjadi mitra Garuda, sebagian memasang harga sewa pesawat mahal dan sebagian lainnya terlibat dalam kasus korupsi sebelumnya. 

2. Efisiensi 

Efisiensi pengelolaan pesawat pum menjadi masalah lain. Pemegang saham mencatat, ada beragam jenis pesawat yang dimiliki Garuda. Misalnya, Boeing 737-777, A320, A330, ATR, Bombardier. Jenis pesawat yang banyak membuat manajemen tidak efektif mengelolanya. Sementara harga sewa yang dikeluarkan cukup tinggi. 

3. Model Bisnis  

Rute penerbangan internasional dinilai tidak menguntungkan bagi Garuda Indonesia. Dari catatan Kementerian BUMN, kontribusi penumpang mancanegara hanya mencapai 22 persen saja. Jumlah itu setara Rp 300 triliun yang bisa dikontribusikan. Padahal, rute domestik bisa mencapai 78 persen atau mampu menyumbang Rp 1.400 triliun.  

4. Kerugian per Bulan Capai Rp1,4 Triliun 

Kerugian yang dialami Garuda Indonesia per bulan mencapai 100 juta dolar Amerika Serikat. Nilai itu setara dengan Rp 1,429 triliun (Kurs Rp 14.400 per dolar AS). 

Kerugian maskapai penerbangan pelat merah itu disebabkan okupansi penumpang yang menurun signifikan selama pandemi Covid-19.

(SANDY)

SHARE