Ini Rentetan Penyebab PMI Manufaktur RI Kontraksi Empat Bulan Beruntun
Ekonom Indef membeberkan sejumlah faktor penyebab PMI Manufaktur Indonesia terkontraksi selama empat bulan beruntun.
IDXChannel - PMI Manufaktur Indonesia kembali di zona merah pada Oktober 2024 di level 49,2. Kondisi ini sekaligus menandai bahwa PMI Manufaktur Indonesia terkontraksi selama empat bulan beruntun sejak Juli 2024.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eisha M Rachbini menuturkan, kondisi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti permintaan melemah, ongkos produksi tinggi, sehingga produsen cenderung menahan pembelian bahan baku dan melanjutkan produksi.
"PMI Manufaktur yang menurun empat bulan belakang ini menunjukkan kontraksi industri manufaktur. karena permintaan melemah, ongkos produksi tinggi, perusahaan menahan pembelian input bahan baku," ujar Eisha kepada MNC Portal, Sabtu (2/11/2024).
"Di level kontraksi menunjukkan penurunan pembelian input bahan baku. karena melihat ketidakpastian global, di mana permintaan melemah," katanya.
Eisha menilai, penurunan daya beli masyarakat yang terjadi saat ini mengindikasikan jumlah PHK meningkat. Sehingga banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan akhirnya tidak memiliki penghasilan untuk melakukan belanja.
"Penyebab daya beli menurun, terindikasi dari beberapa indikator, seperti angka PHK yang beberapa bulan ini signifikan, juga penurunan jumlah kelas menengah," ujar Eisha.
Berdasarkan catatan Kementerian Ketenagakerjaan, sepanjang Januari-September 2024, sebanyak 52.933 pekerja yang mengalami PHK di seluruh Indonesia. Bahkan kontribusi paling besar dari jumlah tenaga kerja yang di PHK itu berasal dari sektor manufaktur sebanyak 24.013 orang.
"Sehingga kasus PHK yang terjadi ini memengaruhi daya beli masyarakat dan permintaan terhadap barang dan jasa," kata Eisha.
Menurutnya, kondisi ini ke depan akan memicu terjadinya inflasi tahunan yang lebih besar dari yang telah dilaporkan per Oktober 1,71 persen (yoy). Sebab para produsen kemungkinan akan mengerek sedikit demi sedikit harga jual produk untuk menutup ongkos produksi sebelumnya.
"Sehingga dengan permintaan yang lemah, produsen mengurangi produksi, dan perlahan menaikkan harga seiring dengan berkurangnya penjualan, agar dapat untuk menutupi biaya," tutur Eisha.
(Fiki Ariyanti)