Kemnaker Bantah Cuti Haid dan Melahirkan Dihapus Usai Ada Perppu Ciptaker
Pengaturan cuti haid dan melahirkan masih menggunakan regulasi yang lama, yaitu pada Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenegakerjaan.
IDXChannel - Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial (Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri buka suara mengenai aturan cuti haid dan melahirkan usai adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Ciptakerja.
Namun dijelaskan Indah, pengaturan cuti haid dan melahirkan masih menggunakan regulasi yang lama, yaitu pada Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenegakerjaan.
"Jadi cuti haid dihapus itu jawabnya tidak benar, cuti haid dan melahirkan itu tidak hilang, dan masih ada dalam UU 13 Nomor 2003, karena itu tidak dirubah maka tidak dituangkan dalam Perppu," ujar Indah dalam konferensi pers virtual, Jumat (6/1/2023).
Adapun ketentuan cuti haid dan melahirkan sendiri diatur dalam pasal 81 dan 82 UU Ketenegakerjaan tahun 2013. Pada pasal 81 ayat (1) UU tersebut disebutkan bahwa pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua.
Sedangkan untuk cuti melahirkan diatur dalam pasal 82 ayat (1) dan (2), yang bunyinya sebagai berikut:
(1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
(2) Pekerja/ buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
"Jadi perlu dipahami, sebenarnya tidak mungkin juga Indonesia sebagai negara anggota ILO masa melarang atau menghapus cuti haid dan cuti melahirkan," pungkasnya.
Sekedar informasi tambahan, cuti haid atau melahirkan masih menggunakan regulasi yang sama pada, artinya sanksinya yang berlakupun untuk pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut masih sama.
Pada pasal 185 disebutkan, jika perushaan melanggar ketentuan pasal 82 tentang pemberian cuti melahirkan kepada buruh perempuan maka ancaman pidananya paling lama 4 tahun dan/atau denda pidana paling banyak Rp400 juta.
(SLF)