Kenaikan Pajak Hasil Tembakau Dinilai Bisa Percepat Pemulihan Ekonomi Nasional
Peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak dapat mengembalikan situasi ekonomi nasional.
IDXChannel - Center of Human and Economic Development (CHED) ITB Ahmad Dahlan, menilai peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak dapat mengembalikan situasi ekonomi nasional. Hal itu sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang diproyeksikan pemerintah berada di kisaran 5 persen -5,5 persen di tahun 2022.
Kepala CHED ITB Ahmad Dahlan, Roosita Meilani Dewi menyebut, upaya mengejar pemulihan ekonomi rerata 6 persen setelah 2022 sulit dicapai jika tidak dibarengi oleh kebijakan peningkatan pajak. Salah satunya, pajak Cukai Hasil Tembakau (CHT).
"Cukai sebagai bagian dari penerimaan pajak Indonesia, saat ini masih menduduki peringkat ketiga penerimaan pajak, penerimaan tertinggi dari PPH dan PPN. Hal ini perlu didorong terus intensifikasi cukai dan ekstensifikasi cukai,” ujar Roosita dalam keterangan pers, Rabu (18/8/2021).
Dia menilai, intensifikasi CHT belum optimal sesuai. Bahkan, jumlah layer cukai hasil tembakau (CHT) cenderung rumit.
Padahal, kenaikan tarif cukai dan perluasan objek kena cukai menjadi strategi keseimbangan yang tepat. Dilihat dari sisi penerimaan, akan terjadi peningkatan dan menunjukkan komitmen pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari dampak negatif kesehatan dan lingkungan.
Kenaikan CHT akan meningkatkan produktivitas melalui peningkatan sumber daya manusia (SDM).
"Kenaikan CHT dan pengenaan cukai minuman berpemanis serta plastik akan mendorong kualitas hidup atau peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia yang tangguh menghadapi pandemi,” katanya.
Sementara, data Kementerian Kesehatan 2021 menunjukkan kenaikan CHT sebesar 20 persen akan menurunkan prevalensi merokok orang dewasa. Dimana, dari 33,8 persen menjadi 32,8 persen. Selain itu, mampu menurunkan prevalensi merokok remaja dari 9,1 persen menjadi 8,8 persen.
Hal tersebut diyakini menekan paling tidak 453.000 lebih sedikit kematian dini di kalangan orang dewasa dan sekitar 26.000 lebih sedikit kematian dini di kalangan generasi muda.
"Hal ini juga akan mencegah hampir 116.000 anak Indonesia untuk mulai merokok," ungkap dia.
Roosita mencatat, kebijakan cukai hasil tembakau di Indonesia selama ini tidak pernah mengalami kestabilan, kenaikan cukai seharusnya diterapkan dan mampu memberikan dampak pada penurunan konsumsi rokok di masyarakat serta meningkatkan pendapatan negara. Begitu Pula dengan para petani dan buruh pabrik rokok, dalam mata rantai produksi rokok, petani merupakan hulu yang memberikan suplai bahan baku.
Dari kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan disebutkan 50 persen penggunaan DBHCHT yang diterima daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat diantaranya untuk petani.
Adapun pengaturan penggunaan dan pemantaun DBHCHT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 206/PMK.07/2020.
“Didalamnya ditentukan bahwa pengaturan penganggaran 50 persen dengan ketentuan 15 persen untuk peningkatan kualitas bahan baku dan kegiatan peningkatan kualitas kerja dan 35 persen untuk kegiatan pemberian bantuan,” ungkapnya.
Menurutnya, kenaikan cukai hasil tembakau perlu didukung para petani. Sebab, pemanfaatannya untuk kesejahteraan petani, penerima manfaat di bidang kesejahteraan masyarakat seperti buruh pabrik rokok.
“Kenaikan cukai hasil tembakau minimal 20 persen per tahun akan dapat menjadi alternatif peningkatan penerimaan negara yang akan mendorong produktivitas masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan petani dan memberikan multiplier bagi pendapatan masyarakat Indonesia, sehingga Indonesia mampu sejajar lagi dengan negara- negara berpendapatan menengah ke atas,” tuturnya. (TIA)