Kenaikan PPN dan Potensi Inflasi Bakal Pengaruhi Industri Mamin Nasional
bahwa tekanan akibat kenaikan PPN tersebut terutama bakal lebih terasa pada perusahaan yang selama ini kurang tertib dalam menjalankan kewajiban pajaknya.
IDXChannel - Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen yang diterapkan sejak beberapa waktu lalu dinilai kontra produktif terhadap kebangkitan industri makanan dan minuman (mamin) yang baru saja terjadi pasca pandemi COVID-19.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman, menyatakan bahwa tekanan akibat kenaikan PPN tersebut terutama bakal lebih terasa pada perusahaan yang selama ini kurang tertib dalam menjalankan kewajiban pajaknya.
"Bagi perusahaan besar yang pajaknya tertib, mungkin tidak terlalu berat. Tapi kita harus sadar bahwa kondisi di Indonesia ini masih banyak juga perusahaan yang belum tertib, sehingga tambahan satu persen ini akan menjadi beban cukup signifikan untuk consumer goods," ujar Adhi, dalam IDX Special Dialogue Idul Fitri 1443 H, Jumat (29/4/2022).
Apalagi, menurut Adhi, timing kenaikan PPN ini dinilai kurang pas karena dalam situasi kenaikan komoditi hingga logistik. Maka itu, para pelaku usaha besar direkomendasikan GAPMMI untuk tertib pajak. Sentimen lainnya adalah inflasi yang tidak bisa dihindari. Industri makanan dan minuman berkontribusi terbesar di dalam inflasi di Indonesia.
"Menimbang hal tersebut memang bagi perusahaan yang produk pangan mayoritas single komoditi seperti minyak goreng, terigu dan sebagainya, tentunya mereka sudah menaikkan harga," katanya.
Dengan demikian, GAPMMI optimis bisa bertahan hingga lebaran dan akan dievaluasi dengan realistis apakah masih bisa bertahan atau tidak. Jika tidak bisa dibendung, GAPMMI akan melakukan negosiasi dengan stakeholder untuk penyesuaian harga.
Untuk prospek pertumbuhan industri mamin di 2022, Adhi masih cukup optimis mencapai 5%. Bahkan kalau cukup baik bisa ke 7% meskipun ada tantangan dari bottom line yang mudah tergerus. Dari sisi bahan baku, GAPMMI mengaku saat ini masih sangat berat. Karena perbaikan digitalisasi diharap bisa membantu untuk dorong di hulu.
"Karena kalau menurut UU Cipta kerja pemerintah bertanggung jawab untuk ketersediaan bahan baku di hulu dan hilir," tegas Adhi. (TSA)