Lembaga Filantropi Rentan Kena Gejala Dhuafa Entrepreneurs
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menyebut tingginya kedermawanan masyarakat Indonesia dapat menjadi peluang bisnis lembaga filantropi
IDXChannel - Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menyebut tingginya kedermawanan masyarakat Indonesia dapat menjadi peluang bisnis lembaga filantropi.
Hal ini akhirnya menjadi gejala "dhuafa entrepreneurs" atau berbisnis dengan komodifikasi kaum dhuafa.
"Kasus ACT itu juga menjadi catatan tentang integritas para pengelola lembaga filantropi. Banyaknya musibah dan tingginya kedermawanan masyarakat menjadi peluang "bisnis" para "pialang" filantropi," kata Abdul dalam keterangan tertulisnya, Kamis,(07/07/2022).
Untuk itu, masyarakat diimbau lebih cerdas menilai profesionalisme dan akuntabilitas lembaga filantropi. Sebab mereka berhak untuk mengetahui penggunaan dana yang telah mereka salurkan untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan.
"Penyelewengan juga berpotensi terjadi tidak hanya secara governance, tapi juga penggunaan dana untuk kepentingan politik dan distribusi yang tidak sesuai aturan,"ujarnya.
Kemudian, dia mengusulkan agar pemerintah perlu membuat lembaga semacam OJK dalam lembaga keuangan Syariah guna memastikan keterlaksanaan good corporate governance. Menurutnya tidak adanya lembaga otoritas yang mengawasi lembaga filantropi dapat menjadi salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya penyelewengan dan penyalahgunaan oleh pengurus.
"Kasus ACT itu menjadi pelajaran betapa pentingnya pengawasan baik internal yayasan maupun pengawasan oleh publik,"tuturnya.
Lebih lanjut, Abdul mengatakan setiap Lembaga dan Badan Zakat, Infaq, Sedekah dan lembaga-lembaga filantropi harus diaudit oleh akuntan publik. Lembaga-lembaga itu juga harus menyampaikan dananya ke publik.
"Regulasinya sebenarnya sudah jelas. Problem yang terjadi adalah bagaimana regulasi itu ditegakkan,"ujar dia.
(DES)