Matikan Mafia Tanah, BPN Mau Tiru Cara BKPM
Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berusaha keras mematikan sindikat mafia tanah.
IDXChannel - Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berusaha keras mematikan sindikat mafia tanah. Selain menerapkan sistem sertifikat tanah berbentuk elektronik, ada lagi satu cara yang akan mematikan praktek mafia tanah seperti yang dilakukan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Wakil Menteri ATR/BPN, Surya Tjandra mengatakan, sistem data pertanahan serta pengurusan dokumen-dokumen terkait hingga kini masih memiliki celah yang bisa dimanfaatkan oknum yang tak bertanggung jawab.
Meski Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah bekerja sama dengan berbagai lembaga terkait, namun kasus mafia tanah masih saja ditemukan. Selain digitalisasi, proses pengurusan secara satu pintu menjadi opsi dalam menyederhanakan serta menertibkan perizinan serta pengurusan pertanahan.
Untuk diketahui, sistem satu pintu sebelumnya telah diterapkan dalam pengurusan investasi oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
"Kementerian ATR/BPN tentunya terus melakukan pembenahan, dimulai dari yang paling pertama kami membenahi aparat kami sendiri dulu, artinya mulai dari proses rekrutmen, proses seleksi dan kenaikan pangkat sedang diperbaiki paling tidak sejak empat tahun terakhir sedang diperbaiki,” kata Surya, Sabtu (27/2/2021).
Langkah kedua kata Surya yakni pembenahan prosedur khususnya untuk produk masa lalu yang memang sebagian bermasalah perlu diberesin, tumpang tindih, dan lainnya.
“Ketiga perlu dikunci dengan satu proses baru yang istilahnya digitalisasi. Rasanya ini bukan cuma gengsi-gengsian tapi memang kebutuhan yang real untuk modernisasi administrasi pertanahan kita ke depan," ujar Surya Tjandra.
Lebih lanjut Surya menjelaskan tantangan dari pendaftaran tanah hari ini adalah lembaga yang bisa mengelurkan keterangan hak atas tanah ada banyak. Di masa lalu, pernah ada surat keterangan tanah dari kepala desa, hal ini disebabkan karena BPN pernah menjadi bagian dari Kemendagri, dan ini terus berlangsung sampai sekarang.
"Tantangan yang berikut memang sampai hari ini sering kali terjadi, jadi kita tidak punya satu lembaga tunggal yang mengatakan mana yang sah mana yang tidak," ungkap Surya Tjandra. (RAMA)