ECONOMICS

Mengharap Berkah THR di Era Inflasi Tinggi

Maulina Ulfa - Riset 31/03/2023 07:00 WIB

Tunjangan hari raya (THR) adalah salah satu instrument ekonomi yang menopang konsumsi masyarakat kala lebaran tiba.

Mengharap Berkah THR di Era Inflasi Tinggi. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar. Momen hari besar keagamaan seperti hari raya Idul Fitri menjadi hari yang akan selalu dirayakan secara besar-besaran.

Saat momentum ini, masyarakat disibukkan dengan tradisi konsumsi untuk menyambut hari raya. Konsumsi sandang, pangan, dan transportasi menjadi tiga pilar utama yang selalu dilakukan masyarakat menjelang lebaran.

Tunjangan hari raya (THR) adalah salah satu instrument ekonomi yang menopang konsumsi masyarakat kala lebaran tiba.

Baik masyarakat pekerja sektor formal maupun informal, keberadaan THR menjadi hal yang paling dinanti.

Aturan THR

Pada Rabu (29/3), pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk THR dan gaji ke-13 tahun 2023 bagi aparatur negara, termasuk pensiunan.

Pemberian THR dan gaji ke-13 yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2023 tersebut diharapkan dapat mendorong kegiatan ekonomi masyarakat.

Pengumuman ini disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas.

“Ini tentu diharapkan dengan pembayaran tunjangan hari raya juga bisa ikut mendorong kegiatan ekonomi masyarakat melalui berbagai kegiatan belanja menjelang atau selama Ramadan dan menjelang hari raya Idulfitri,” kata Sri Mulyani.

Menkeu menekankan, pemberian THR bagi aparatur negara dan pensiunan dilakukan dengan tetap menjaga  berbagai aspek keseimbangan, program, dan kemampuan keuangan negara.

“Tahun ini 2023, seiring kembali dengan adanya penanganan COVID yang masih tetap terkendali, namun di sisi lain pemulihan ekonomi menghadapi tantangan global yang sangat tidak pasti, terutama dalam bentuk perlambatan ekonomi global, kondisi geopolitik yang mempengaruhi kondisi ekonomi, dan tren kebijakan moneter untuk menangani inflasi yang cenderung ketat, maka kebijakan pemberian THR dan gaji ke-13 disesuaikan dengan tantangan dan kondisi saat ini,” ujarnya.

Menkeu menyampaikan, pemberian THR dan gaji ke-13 merupakan wujud penghargaan dan kontribusi pengabdian para aparatur negara termasuk TNI-Polri dan juga pensiunan di dalam melaksanakan tugas dan melayani masyarakat.

“Dengan kebijakan pembayaran THR dan gaji ke-13 ini, tentu diharapkan perekonomian akan terus momentumnya berjalan, masyarakat bisa merayakan hari raya, dan tentu kita tetap menjaga protokol kesehatan, serta kita berharap keseluruhan kondisi masyarakat akan terus membaik,” tandas Sri Mulyani.

Di sektor swasta, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah juga telah mengeluarkan imbauan pemberian THR melalui Surat Edaran (SE) Nomor M/2/HK.04.00/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2023 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. SE yang diterbitkan pada tanggal 27 Maret 2023 tersebut ditujukan kepada para gubernur di seluruh Indonesia.

Menaker mengatakan, pemberian THR keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh. THR keagamaan wajib dibayarkan secara penuh dan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.

“THR keagamaan ini harus dibayar penuh, tidak boleh dicicil. Saya minta perusahaan agar taat terhadap ketentuan ini,” kata Ida, dalam Konferensi Pers Kebijakan Pembayaran THR Keagamaan Tahun 2023, Selasa (28/03/2023) secara virtual.

Mengharap Berkah Ekonomi THR

Peningkatan konsumsi adalah kunci agar THR dapat memberikan manfaat ekonomi, terutama perputaran uang di daerah. Mengingat, tradisi mudik atau kembali ke kampung halaman menjadi aktivitas wajib yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.

Menurut kajian Kemenkeu, dari sisi ekonomi, setidaknya terdapat tiga esensi ekonomi dari tradisi mudik Lebaran.

Pertama, aktivitas mudik, termasuk arus balik, akan menciptakan perputaran uang yang begitu besar dan cepat (velocity of money). Ini karena puluhan triliun rupiah uang akan berpindah tangan dari kota ke kota, dari kota ke desa hingga perkampungan kecil.

Secara agregat, nilai uang yang dimaksud tidak hanya berbentuk cash, namun berupa barang-barang konsumsi seperti perkakas elektronik, pakaian, bahan makanan, minuman, dan berbagai barang kebutuhan lainnya.

Sebagai ilustrasi kasar, tahun ini, Kementerian Perhubungan memperkirakan jumlah pemudik akan mencapai lebih dari 123 juta jiwa. Angka ini meningkat drastis, mengingat masyarakat Indonesia telah menahan mudik pada 2020 hingga 2021 akibat adanya gelombang pandemi Covid-19. (Lihat grafik di bawah ini.)

 

Tahun ini, mudik diperkirakan akan semakin semarak karena kasus Covid-19 yang sudah semakin terkendali dan pencabutan pembatasan sosial.

Dengan asumsi pemudik sebesar itu membawa rata-rata uang Rp10 juta, berarti akan terjadi transfer uang ke daerah sekurangnya hingga sekitar Rp2.300 triliun.

Dalam pendekatan ekonomi, fenomena ini disebut redistribusi ekonomi atau redistribusi kekayaan. Dalam kondisi ini, terjadi perpindahan kekayaan dari satu daerah ke daerah lainnya atau dari satu individu ke individu lain.

Redistribusi ekonomi pada momentum lebaran dibedakan dalam dua tipe pemudik. Pertama, tipe pemudik sektor informal berpenghasilan rendah dan kedua, tipe pemudik dari pekerja formal berpenghasilan lebih tinggi.

Biasanya, bentuk redistribusi ekonomi yang dilakukan kelompok pertama  adalah membelanjakan uang untuk memperbaiki rumah, membeli barang elektronik, pakaian baru, makanan, minuman, atau untuk memulai suatu usaha baru di kampung.

Sementara, untuk tipe pemudik kelompok kedua didominasi oleh profesi formal, seperti dokter, pengacara, bankir, pegawai negeri, karyawan swasta, dan sebagainya.

Adapun, bentuk redistribusi ekonomi yang dilakukan kelompok ini pada prinsipnya tidak jauh berbeda dari pemudik tipe pertama. Hanya saja, ada bentuk-bentuk redistribusi lain yang juga dijalankan seperti membagi-bagikan uang kepada sanak saudara di kampung, menyewa tukang cuci, sopir pribadi, atau pergi ke tempat wisata bersama keluarga.

Optimisme geliat konsumsi ini semakin menambah semarak Ramadan dan Idul Fitri 2023. Menurut survei Jakpat membuat yang bertajuk Welcoming 2023 Ramadan & Eid yang dirilis pada Rabu (15/3) lalu, potensi pengeluaran utama masyarakat muslim Indonesia pada bulan Ramadan dan menjelang Idul Fitri.

Hasilnya, anggaran belanja, baik untuk kebutuhan Ramadan dan Lebaran atau kebutuhan lainnya masuk ke dalam posisi lima besar prioritas masyarakat dengan persentase masing-masing 69% dan 53%.

Pengeluaran lain yang masuk ke dalam posisi 10 besar lebih banyak dialokasikan untuk aktivitas-aktivitas pemberian. Beberapa di antaranya adalah untuk mudik (43%), bepergian dan liburan (42%), uang tunai untuk hadiah lebaran (42%), dan pemberian bingkisan atau hampers (36%). (Lihat grafik di bawah ini.)

Belum lagi potensi perputaran uang sektor transportasi yang sudah pasti akan memperoleh berkah dari adanya high demand.

Tahun lalu, pemerintah mencatat puncak arus mudik di 20 bandara Angkasa Pura II terjadi pada 29 April 2022 atau H-3 dengan jumlah pergerakan penumpang pesawat secara kumulatif mencapai 218.657 orang dan frekuensi penerbangan sebanyak 1.649 penerbangan.

Dari sektor darat, mengutip Okezone.com, berdasarkan pantauan pada Kamis (23/3/2023), tiket Kereta Api (KA) Jarak Jauh masa Angkutan Lebaran 2023 untuk keberangkatan KA tanggal 12 April - Mei 2023 telah terjual 1.006.393 tiket atau 37% dari total keseluruhan tiket yang disediakan. Jumlah tersebut berpotensi masih akan bertambah.

Ini semakin mempertegas tradisi mudik akan menciptakan redistribusi ekonomi dari kota besar, khususnya Jakarta ke daerah lain di Indonesia. Pada gilirannya, bisa menstimulasi aktivitas produktif masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah.

Kondisi ini juga bisa meningkatkan kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan daerah kepada pusat.

Tantangan Inflasi dan Pelambatan Ekonomi

Pemerintah telah menganggarkan THR untuk ASN, TNI-Polri lebih besar dibanding tahun kemarin. Total anggaran THR pada 2022 yang disiapkan sebesar Rp 34,3 triliun. Tahun ini, pemerintah menganggarkan Rp 38,9 triliun untuk membayar THR 2023. Angka ini meningkat Rp4,6 triliun dibanding tahun lalu.

Anggaran THR pemerintah dalam empat tahun terakhir terpantau terus mengalami kenaikan. Pada 2021, jumlahnya senilai Rp30,8 triliun, lebih besar dibandingkan dengan anggaran tahun sebelumnya Rp 29,38 triliun. Namun anggaran THR terbesar masih diberikan pada 2019 yang jumlahnya mencapai Rp40 triliun. (Lihat grafik di bawah ini.)

Namun, pemberian THR ini tidak serta-merta mudah bagi pelaku usaha. Di tengah geliat bisnis yang masih berjuang untuk pemulihan, Kemnaker melaporkan telah menerima sekitar 3.000 aduan terkait masalah THR pada hari raya tahun lalu.

Dari seluruh aduan tersebut, ada 1.430 aduan terkait THR yang tidak dibayarkan oleh 833 perusahaan. Kemudian ada 1.216 aduan terkait pembayaran THR yang tidak sesuai ketentuan oleh 695 perusahaan. Sementara 357 aduan lainnya terkait THR yang terlambat disalurkan oleh 208 perusahaan.

Ditambah, saat ini kondisi makroekonomi di Indonesia masih belum terlalu baik mengingat tingginya inflasi yang menghantui.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi tahunan Indonesia meningkat menjadi 5,47% pada Februari 2023 dari level terendah lima bulan Januari sebesar 5,28% dan dibandingkan dengan konsensus pasar sebesar 5,44%.

Tingkat inflasi bertahan di atas batas atas target bank sentral 2 hingga 4% selama sembilan bulan berturut-turut. Imbasnya, harga makanan dan minuman meroket paling tinggi dalam lima bulan menjelang bulan suci Ramadan mencapai 7,23% per Februari 2023. Inflasi transportasi juga melonjak tajam mencapai 13,59%.

Tekanan kenaikan tambahan juga berasal dari biaya pakaian dengan inflasi sebesar 1,18% dan akomodasi/restoran naik 4,08%. Padahal, kesemuanya menjadi sektor yang paling mempengaruhi aktivitas konsumsi selama Ramadan dan menjelang lebaran.

Selain itu, dari 90 kota yang disurvei BPS, Kotabaru, Kalimantan Selatan merupakan kota dengan inflasi tertinggi mencapai 7,88% yoy dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 120,04.

Komoditas penyumbang inflasi di Kotabaru, antara lain beras, bensin, angkutan udara, rokok kretek filter, dan bahan bakar rumah tangga. 

Posisi kedua ditempati oleh Meulaboh, Aceh dengan inflasi sebesar 7,72% dan Bandung, Jawa Barat mengalami inflasi sebesar 7,5%. Di urutan ketiga terdapat Bukittinggi, Sumatera Barat dengan inflasi 7,37%.

Selanjutnya, Tanjung Pandan, Bangka Belitung berada di urutan ke empat dengan inflasi sebesar 7,34%. Bergeser ke Sulawesi Utara, inflasi di Kotamobagu tercatat mencapai 7,31% dan diikuti Jember, Jawa Timur dengan inflasi sebesar 7,21%.

Pada posisi delapan terdapat Solo, Jawa Tengah dengan inflasi sebesar 7,11% yoy. 

Padahal, berbagai kota yang mengalami inflasi tertinggi tersebut termasuk ke dalam kota tujuan pemudik.

Di tengah optimisme konsumsi yang ada, kenaikan harga ini perlu diwaspadai agar masyarakat tetap bersemangat untuk berbelanja.

Oleh karenanya, peran pemerintah mengelola tradisi mudik dan jaring sosial berupa bantuan secara lebih baik agar momentum Idul Fitri kali ini dapat memberi manfaat besar terhadap ekonomi nasional. (ADF)

SHARE