ECONOMICS

Pemerintah Revisi Aturan PLTS Atap, Begini Nasib Tarif Listrik Menurut Pengamat

taufan sukma 11/02/2024 17:46 WIB

Aturan main tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 26 Tahun 2021.

Pemerintah Revisi Aturan PLTS Atap, Begini Nasib Tarif Listrik Menurut Pengamat (foto: MNC Media)

IDXChannel - Presiden Joko Widodo resmi merestui revisi aturan main terkait penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS) Atap, yang selama ini berlaku dalam ketatalistrikan nasional.

Aturan main tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 26 Tahun 2021.

Dengan dilakukannya revisi, pemerintah resmi meniadakan skema jual-beli (ekspor-impor) daya listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang dimiliki oleh masyarakat.

Menurut Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), persetujuan revisi aturan main tersebut merupakan wujud konkret atas keberpihakan negara dalam menjaga keterjangkauan tarif listrik.
 
"Persetujuan atas revisi Permen ESDM No 26/2021 tentang PLTS Atap tersebut sangat bagus karena telah mengembalikan kedaulatan energi, terutama soal tarif ketenagalistrikan di Tanah Air. Tarif listrik pasti terkendali karena dikontrol oleh negara," ujar Direktur Puskepi, Sofyano Zakaria, Minggu (11/2/2024).

Pengendalian tarif listrik oleh negara tersebut, menurut Sofyano, karena pasal terkait dengan jual-beli (ekspor-impor) kelebihan daya PLTS Atap ke jaringan dan transmisi milik negara telah dihapus.

Dengan tidak adanya klausul jual-beli tersebut, maka negara lebih mudah untuk menentukan tarif listrik yang terjangkau bagi masyarakat. 

"Negara akan lebih mudah menentukan tarif karena daya yang dialirkan adalah daya hasil pembangkitan yang dikelola oleh negara tanpa campur tangan swasta," tutur Sofyano.

Sofyano memastikan, negara tidak akan membiarkan tarif listrik menjadi mahal hanya karena campur tangan swasta, atau dalam hal ini pengusaha PLTS Atap. 

"Di sini negara hadir, dan Saya nilai telah berpihak kepada masyarakat kecil. Rata-rata yang mampu memasang PLTS Atap adalah orang dengan golongan ekonomi menengah ke atas," ungkap Sofyano.

Selain itu, Sofyano menjelaskan, keuangan negara juga bakal terbebani jika aturan tersebut tidak direvisi. Keuangan negara akan tergerus saat harus membeli listrik dari PLTS atap.

Namun dengan adanya revisi yang telah disetujui oleh Presiden, klausul jual beli listrik antara pemilik PLTS atap dengan negara dipastikan dihapus.

Revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 tahun 2021 mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang Terhubung ke Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum tersebut, tetap memberikan izin bagi masyarakat konsumen Rumah Tangga dan industri untuk menggunakan listrik yang dihasilkan oleh PLTS Atap sesuai dengan syarat yang berlaku.

"Negara tetap membolehkan masyarakat membangun PLTS Atap, namun hanya untuk penggunaan secara pribadi. Tidak untuk diperjualbelikan," papar Sofyano.

Kemudahan lain, pengguna PLTS Atap juga masih bisa menikmati listrik dengan menggunakan jaringan listrik milik PLN.

"Tentunya jika jaringan tersebut dipasang secara on grid ke sistem kelistrikan PLN tanpa ada jual beli. Saya kira, PLN pun tetap standby jika PLTS Atap terdapat kendala atau terjadi penurunan daya karena mendung," urai Sofyano.

Selanjutnya, lanjut Sofyano, pemerintah juga perlu cermat terhadap konsep power wheeling yang direncanakan untuk dimasukkan ke dalam rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

Dikatakan Sofyano, penerapan skema ini juga dapat menjadi beban baik bagi masyarakat maupun pemerintah jika dijalankan.

"Terutama untuk penetapan tarif listrik yang harus terjangkau bagi masyarakat. Negara akan susah mengendalikan tarif listrik jika ada power wheeling," pungkas Sofyano. (TSA)

SHARE