ECONOMICS

Perbaiki Kualitas Bahan Baku Susu Segar Domestik, Ini Strategi Menperin

Advenia Elisabeth/MPI 05/04/2022 19:03 WIB

bahan baku SSDN di Indonesia sejauh ini masih bergantung pada produk impor.

Perbaiki Kualitas Bahan Baku Susu Segar Domestik, Ini Strategi Menperin (foto: MNC Media)

IDXChannel - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut bahwa kualitas 
bahan baku Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) yang tersedia di dalam negeri secara umum belum memenuhi standar kualitas yang dibutuhkan oleh industri pengolahan susu.

Hal ini membuat pasokan bahan baku SSDN di Indonesia sejauh ini masih bergantung pada produk impor. Dari keseluruhan kebutuhan nasional, baru 0,87 juta ton atau 21 persen saja yang bisa dipenuhi oleh produsen domestik.

Sedangkan sisanya, sebesar 3,32 juta ton atau 79 persen dari keseluruhan kebutuhan masih disuplai dari luar negeri dalam bentuk skim milk, whole milk, anhydrous milk fat, butter milk, dan whey.

"Saat ini transaksi antara peternak dengan Industri Pengolahan Susu (IPS) di tempat-tempat penerimaan susu (TPS) dan Koperasi umumnya masih dilakukan secara konvensional, sehingga prosesnya lama. Ini berdampak pada kualitas susu, sehingga tidak memenuhi standar," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, di Jakarta, Selasa (5/4/2022).

Guna mengatasi hal tersebut, menurut Agus, pihaknya kini tengah berusaha alur suplai bahan baku yang ada di pasaran. Saat ini beberapa Industri Pengolahan Susu telah melakukan rintisan pembinaan dalam penerapan transformasi digital di TPS-TPS dan dihubungkan dengan koperasinya, antara lain di beberapa TPS dibawah Koperasi SAE Pujon Malang (binaan PT. Nestle) dan TPS-TPS dibawah KPBS Pengalengan (binaan PT. Frisian Flag Indonesia).

TPS di kedua koperasi susu tersebut telah dilengkapi dengan timbangan digital dan peralatan pencatatan data peternak secara digital pula, sehingga proses transaksi setoran susu dapat berjalan lebih cepat dan transparan.

Menurut Agus, dengan digitalisasi TPS dan Koperasi, akan berdampak positif baik bagi peternak maupun Industri Pengolahan Susu. "Bagi peternak dimungkinkan akan mendapatkan harga yang lebih tinggi dari peningkatan kualitas susu yang disetor dan meningkatnya transparansi yang akan meningkatkan trust peternak kepada koperasi/industri," tuturnya.

Di sisi lain, bagi Industri Pengolahan Susu akan mendapatkan bahan baku susu dengan kualitas yang lebih baik sehingga akan berpengaruh terhadap produk olahan susu yang dihasilkan.

Dari digitalisasi Koperasi dan TPS ini, kata Agus, lebih jauh dapat dimungkinkan untuk dilakukan kajian pemberian input (pakan dan perlakuan) vs output (produktivitas dan kualitas susu) yang dihasilkan, sehingga ke depan diharapkan dapat diketahui jenis dan komposisi pakan yang optimal untuk menghasilkan SSDN dengan produktivitas dan kualitas yang tinggi.

Saat ini dari jumlah TPS sebanyak 949 unit, baru sekitar 338 unit (35,6 persen) yang sudah memiliki Cooling Unit dan baru 24 unit (2,5 persen) yang telah dilakukan digitalisasi.

"Sehingga kita masih memiliki banyak PR untuk dapat melakukan digitalisasi Koperasi Susu dan TPS secara nasional. Sementara itu, program digitalisasi TPS, baru dapat dilakukan, apabila TPS tersebut telah memiliki Cooling Unit yang memadai," tegas Agus. (TSA)

SHARE