Sikapi Keluhan Maskapai, Pemerintah Buka Peluang Revisi Tarif Batas Atas Tiket Pesawat
belum dapat dijelaskan kapan revisi tersebut akan rampung, apakah dalam periode saat ini atau pemerintahan berikutnya.
IDXChannel - Pemerintah mulai mempertimbangkan keluhan perusahaan penerbangan terkait biaya (cost) operasional yang terus membengkak seiring pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).
Atas keluhan, tersebut, kalangan maskapai yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/INACA) mengusulkan agar kebijakan Tarif Batas Atas (TBA) tiket pesawat dapat direvisi.
Atas adanya usulan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengaku masih terus membahas permasalahan tersebut.
"Semuanya sedang kita bahas (revisi TBA), yang jelas Kemenhub harus bisa menjaga keseimbangan berbagai kepentingan, baik masyarakat pengguna maupun industri penerbangan itu sendiri," ujar Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati, dalam keterangan resminya, Minggu (19/5/2024).
Namun demikian, Adita juga tidak menjelaskan secara detil terkait pembahasan revisi TBA tersebut. Termasuk belum dapat dijelaskan kapan revisi tersebut akan rampung, apakah dalam periode saat ini atau pemerintahan berikutnya.
"Kita lihat nanti ya," pungkas Adita.
Dalam kesempatan berbeda, Head Of Data & Publications INACA, Gatot Raharjo, menyebut bahwa saat ini beban (cost) operasional yang harus ditanggung maskapai sudah cukup besar, dan pasti berdampak pada harga tiket.
"Di satu sisi, maskapai juga tidak bisa sembarang untuk melakukan penyesuaian harga tiket karena ada ancaman dikenakan sanksi oleh Kementerian Perhubungan," ujar Gatot.
Menurut Gatot, beberapa faktor yang membuat harga cost pesawat cukup besar adalah adanya kenaikan harga dari sisi bahan bakar, kemudian nilai tukar yang melemah, hingga pemebabanan pajak bandara yang dimasukan dalam komponen pembentukan harga tiket itu sendiri.
"Kenapa harga tiket mahal karena costnya lebih mahal, itu pertama fuel, maintenance, spare part, itu mahal, kemudian yang paling rentan adalah kurs dollar kita terus melemah," tegas Gatot. (TSA)