ECONOMICS

Simak Lika-liku Utang Rafaksi Minyak Goreng Kemendag vs Aprindo yang Tak Kunjung Selesai

Advenia Elisabeth/MPI 10/05/2023 18:59 WIB

KPPU membeberkan perjalanan panjang utang rafaksi minyak goreng oleh Kemendag kepada Aprindo yang hingga kini tak kunjung selesai.

Simak Lika-liku Utang Rafaksi Minyak Goreng Kemendag vs Aprindo yang Tak Kunjung Selesai. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membeberkan perjalanan panjang utang rafaksi minyak goreng oleh Kementerian Perdagangan kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Hingga kini, masalah tersebut belum juga selesai.

Bahkan, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Chandra Setiawan mengatakan masalah utang tersebut sudah mulai terekam setahun lalu. Tepatnya, semenjak bangku Menteri Perdagangan diduduki Muhammad Lutfi.

Mulanya, sumber utang itu terjadi pada awal Januari 2022 silam saat harga minyak goreng melambung tinggi hingga stoknya minim di pasaran. 

Kementerian Perdagangan mulai melakukan berbagai upaya untuk menekan harga tersebut yang mana salah satunya mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada tanggal 19 Januari.

"Permendag itu kan menghendaki adanya pemenuhan kebutuhan minyak goreng dengan satu harga. Ketika itu ada juga kebijakan yang ditetapkan yakni Harga Acuan Keekonomian (HAK) dan Harga Eceren Tertinggi (HET). Pada saat itu HAK minyak goreng Rp 17.260 per liter dan HET Rp 14.000 per liter," ujar Chandra dalam konferensi pers, Rabu (10/5/2023).

"Jadi akhirnya Aprindo itu melalui anggota-anggotanya memerintahkan menjual minyak goreng satu harga yakni Rp14.000  sesuai Permedag itu. Berapapun harganya yang mereka beli (dari produsen) tetap harus dijual seharga Rp 14.000 per liter sesuai HET. Jadi pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah kepada pelaku usaha itu berdasarkan selisih antara harga Rp 17.260 per liter dengan Rp 14.000," lanjut dia.

Kemudian, berdasarkan Permendag No 3 nomor tahun 2022  Pasal 7, disebutkan bahwa pelaku usaha (produsen minyak goreng) akan mendapatkan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Dana itu dihitung dari selisih harga eceran tertinggi (HET) dan harga keekonomian yang ditawarkan pasar. Dalam Permendag tersebut, HET ditetapkan Rp 14.000 per liter. 

Jika dilihat dari ketentuan tersebut, kata Chandra, artinya pemerintah mempunyai utang selisih pembayaran yang harus dibayarkan namun harus melalui proses verifikasi yang panjang sesuai dengan aturan.

Namun, sayangnya pada saat itu Kementerian Perdagangan mengalami keterlambatan untuk menujuk verifikator sehingga berimbas pada verifikasi yang memakan waktu panjang. 

Niat ingin membayar, namun Menteri Perdagangan yang baru yakni Zulkifli Hasan justru mencabut Permendag Nomor 3 Tahun 2022 tersebut dan mengganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.

"Permendag lama dicabut diganti dengan Permendag baru yang artinya Permendag lama itu sudah menyatakan (utang) tidak berlaku. Jadi kami melihat bahwa di sini pelaku usaha itu mengalami kerugian dan kerugian operasional mereka karena waktu yang cukup panjang itu," pungkasnya.

(FRI)

SHARE