ECONOMICS

Tak Hanya Ramah Lingkungan, Industri Hijau Bisa Sumbang Rp638 Triliun ke PDB

Ferdi Rantung 22/07/2025 21:23 WIB

Industri hijau bukan hanya berdampak positif bagi lingkungan, tetapi juga dapat berkontribusi terhadap produk domestik bruto nasional sebesar Rp638 triliun.

Tak Hanya Ramah Lingkungan, Industri Hijau Bisa Sumbang Rp638 Triliun ke PDB. (Foto: Ferdi Rantung/Inews Media Group)

IDXChannel - Industri Institute for Essential Service Reform (IESR) mengungkapkan investasi di industri hijau bukan hanya berdampak positif bagi lingkungan, tetapi juga dapat berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar Rp638 triliun pada tahun 2030. Tak hanya, itu investasi tersebut juga berpotensi membuka lapangan kerja sebanyak 1,7 juta orang hingga 2045.

Namun, untuk mewujudkan hal itu tidaklah murah, dibutuhkan investasi yang cukup besar.  IESR menyebut potensi tersebut bisa tercapai bila arah kebijakan dan pendanaan difokuskan pada transformasi industri yang rendah emisi.

Program Manager Dekarbonisasi Industri IESR, Juniko Nur Pratama, menyampaikan kontribusi industri hijau terhadap pertumbuhan PDB nasional bisa mencapai rata-rata 6,3 persen per tahun hingga 2045.

‎"Dengan investasi memadai industri hijau dapat mengakselerasi pertumbuhan," katanya di Jakarta, Selasa (22/7/2025)

IESR memperkirakan kebutuhan investasi industri hijau untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) 2030 sebesar 285 miliar dolar AS atau Rp4.650 triliun.

Saat ini, alokasi investasi baru mencapai sekitar Rp2.261 triliun, terdiri dari Rp680 triliun dari sektor keuangan dan Rp1.581 triliun dari anggaran perubahan iklim pemerintah.

Dengan demikian, masih terdapat kesenjangan investasi sekitar Rp2.389 triliun yang harus dipenuhi untuk mengejar target dekarbonisasi industri.

Lebih lanjut, Juniko menjelaskan ada lima pilar dalam mewujudkan karbon bersih (net zero emissions/NZE) di sektor perindustrian, yakni dekarbonisasi ketenagalistrikan, subtitusi bahan bakar ramah lingkungan, peningkatan efisiensi energi, efisiensi sumber daya, serta teknologi ramah lingkungan dan penangkapan karbon (CCUS). 

Berdasarkan PP 33/3023, industri diharapkan dapat menghemat 5,28 MTOE pada 2030. Namun perkembangannya, hingga 2030 hanya 217 dari 450 industri yang telah melaporkan upaya manajemen energinya.

“Dari hasil analisis IESR, beberapa industri di Indonesia telah memiliki intensitas energi yang cukup baik dibanding dengan rerata global. Namun begitu, dalam mencapai emisi nol bersih upaya lebih ambisius dibutuhkan,” jelasnya.

Sementara itu, Executive Director The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Harry Warganegara mengatakan di sektor industri besi dan baja, penerapan industri hijau masih menjadi pilihan bagi setiap perusahaan. Sebab, belum ada aturan yang memaksa untuk melakukan penerapan industri hijau.

“Penerapan industri hijau di sektor industri besi dan baja masih sekedar tahap himbauan atau pilihan, bukan tuntutan paksaan atau keseharusan. Jadi jika ada yang menerapkan industri hijau, itu karena kesadaran mereka saja,” jelas Harry.

Harry mengungkapkan masih sedikit perusahaan besi dan baja yang tergabung dalam IISIA yang telah menerapkan industri hijau. Sebab, untuk melakukan transisi ke industri hijau sangatlah mahal.

“Kalau dari anggota IISIA memang masih sedikit (yang menerapkan industri hijau), karena butuh investasi yang sangat tinggi. Akan tetapi, minat industri untuk menerapkan industri hijau masih ada,” paparnya.

SHARE