Tarif KRL Kaya-Miskin Beda, Ini Kata Pakar Transportasi
Pakar transportasi menyebutkan dalam konsep push and pull transportasi umum atau publik perlu diperhatikan peran subsidi.
IDXChannel - Pakar transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Sony Sulaksono Wibowo menyebutkan dalam konsep push and pull transportasi umum atau publik perlu diperhatikan peran subsidi.
Hal tersebut ia sampaikan terkait polemik yang terjadi perihal rencana kebijakan untuk membedakan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) bagi orang kaya dan orang miskin yang tengah diwacanakan Kementerian Perhubungan.
"Subsidi bahan bakar fokus pada pembatasan penggunaan kendaraan pribadi sehingga orang mau beralih dari mobil pribadi ke angkutan umum," ujar Sony, Kamis (29/12/2022).
Ia menyebutkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang ada lebih difokuskan pada golongan yang tidak mampu.
"Untuk angkutan umum, subsidi adalah untuk mendorong angkutan umum menjadi lebih menarik dari sisi tiket sehingga orang (semua golongan) mau beralih dari ke angkutan umum," terang dia.
Jenis subsidi yang akan diterapkan di KRL tersebut menurutnya tidak bisa membedakan yang mampu dan yang tidak mampu.
Pasalnya di banyak negara berkembang seperti Indonesia, pengguna kendaraan pribadi lebih sulit berpindah dibandingan kelompok yang tidak memiliki mobil.
Ia mengungkapkan pengalaman di Filipina, saat negara tersebut mengoperasikan LRT1 (Mass Transit Pertama di Asia Tenggara). Target pengguna awalnya adalah justru mereka yang tidak memiliki kendaraan.
"Akibatnya adanya LRT justru tidak mengurangi kemacetan di sepanjang koridor LRT karena tidak ada pemilik kendaraan mau beralih ke LRT. Strategi tersebut kemudian diperbaiki di LRT 2 dan MRT," tutup Sony.
Sementara itu, Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan menyebutkan skema subsidi KRL yang sekarang sudah baik.
"Semua pengguna KRL mendapat subsidi termasuk yang mampu. Sehingga yang mampu atau pemilik kendaraan bermotor pribadi meninggalkan kendaraannya di rumah atau sampai Park n Ride saja. Jadi mengurangi kemacetan dan kurangi pemborosan penggunaan BBM," kata Tigor.
Ia kemudian membandingkan antara transportasi di kota Jakarta dan Kuala Lumpur.
"Saya sebagai wisatawan di Kuala Lumpur saja dengan menggunakan public transport dapat subsidi. Padahal wisatawan loh yang mampu jalan-jalan. Kok kita kalah sih sama Kuala Lumpur? Terpenting sekarang adalah pemerintah membenahi akses dan integrasi layanan publik transportasi massal," terang Tigor.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan agar subsidi tarif Kereta Rel Listrik (KRL) tepat sasaran, maka diperlukan skema yang tepat. Pihaknya akan menerbitkan kartu baru untuk membedakan profil penumpang KRL.
Penumpang mampu disebutkan Menhub seharusnya tidak ikut menikmati subsidi karena tarif asli KRL saat ini di atas Rp 10.000.
"Kalau semua subsidi akhirnya didapat kepada masyarakat yang membutuhkan, contoh di Jakarta kita gunakan KRL hanya (sekitar) Rp 4.000, itu cost-nya mungkin Rp 10-15 ribu yang sebenarnya," kata Budi Karya, Selasa (27/12/2022) dalam konferensi pers.
Meski demikian, Menhub masih belum merinci secara pasti berapa tarif KRL yang akan dipatok untuk masyarakat mampu. Pemerintah akan menentukan mana golongan masyarakat mampu dan mana yang perlu disubsidi.
"Kita akan pilah-pilah mereka yang berhak dapat subsidi dan mereka yang tak berhak maka harus buat kartu. Kalau itu berhasil maka subsidi bisa diberikan ke sektor lain," tandasnya.
(SLF)