Tarif PPN Jadi 11 Persen, Pengamat: Pilihan Rasional
Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Harmonisasi Peraturan Pajak (HPP) akan disahkan menjadi Undang-undang. Sudah tepatkan kebijakan ini?
IDXChannel - Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Harmonisasi Peraturan Pajak (HPP) akan disahkan menjadi Undang-undang. Pengesahan itu akan dilaksanakan pada rapat paripurna yang diadakan di gedung Parlemen, Senayan Jakarta.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam, menanggapi terkait beberapa regulasi maupun sejumlah aturan perpajakan dalam RUU HPP yang akan direformasi dan disahkan oleh Pemerintah hari ini di kawasan Parlemen DPR RI Kamis (7/10/2021).
Dalam kesempatannya, Pengamat Pajak Darussalam, mengaku untuk Reformasi pajak merupakan agenda mendesak pada saat ini. Pasalnya, reformasi pajak diyakini menjadi kunci dalam mewujudkan penerimaan pajak yang optimal pada masa pasca krisis akibat pandemi.
"Sedangkan pada pasca krisis di Era Pandemi, pos penerimaan ini paling cepat pulih seiring dengan pola pemulihan ekonomi. Artinya, pilihan mereformasi PPN adalah pilihan rasional dalam mengoptimalkan penerimaan pada pasca pandemi Covid-19," kata Darussalam saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Kamis (7/10/2021)
Dirinya menjelaskan terkait dengan kenaikan tarif PPN perlu dipahami 2 fakta empiris. PPN biasanya menjadi pos penerimaan pajak yg relatif 'tahan banting'
"Pengalaman banyak negara pada krisis 2008 serta tercermin dari pola penerimaan pajak Indonesia 2020, pajak berbasis konsumsi -termasuk PPN- tidak berkontraksi dalam pos penerimaan lainnya," tambahnya.
Menanggapi pajak PPN yang akan naik di tahun depan, Ia menyebutkan pemerintah telah mempertimbangkan proses pemulihan ekonomi tersebut dengan skema adanya kenaikan tarif PPN secara bertahap yaitu 11% di 2022 dan selambatnya menjadi 12% di 2025.
"Artinya, ini tidak serta merta naik menjadi 12% tapi juga sembari menyelaraskan dan melihat progres pemulihan ekonomi dari 10% tahun ini, lantas tahun 2022 menjadi 11%, lalu baru menjadi 12% di tahun 2025. Bisa dibilang ini sebagai jalan tengah yang menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi secara umum termasuk dunia usaha dengan kepentingan konsolidasi fiskal," tandasnya. (TYO)