ECONOMICS

Terlilit Pinjol, Rika Terjebak dengan Bunga Rp500 Ribu per Hari

Mohammad Yan Yusuf 15/09/2021 17:37 WIB

Setelah jatuh tempo, Rika kerap diteror oleh pinjol untuk membayar uang pinjaman dan bunga yang besar.

Setelah jatuh tempo, Rika kerap diteror oleh pinjol untuk membayar uang pinjaman dan bunga yang besar. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Binggung mencari uang di waktu mendesak, Rika, 28, akhirnya nekat melakukan pinjaman online pada Oktober 2020 lalu. Sebuah aplikasi pinjaman 'ada kami' ia download melalui ponsel androidnya.

Lewat aplikasi itu, ia kemudian mengajukan pinjaman Rp 1,2 juta dengan tenggat waktu 14 hari di hari itu. Pencarian kemudian terjadi kurang dari 5 menit setelah ajuan itu.

"Saat itu saya butuh uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kan saat itu gaji saya dan suami dipotong," kata Rika saat menceritakan ihwal dirinya terjebak pinjaman online, Selasa (14/9/2021) lalu.

Baru lima hari melakukan pinjaman lewat aplikasi itu, ia pun mulai mendapatkan penawaran pinjaman online melalui telepon, sms, hingga whatsapp miliknya. Dalam sehari, Rika mengakui sedikitnya ada 6-7 aplikasi pinjaman yang menawarkan hal itu.

Seiring berjalannya waktu dan mendekati tenggat waktu pembayaran, Rika kembali mendapatkan teror dari collector aplikasi. Ancaman untuk segera melunasi tagihan dilakukan selama seharian penuh.

Karena panik dan terpepet, Rika kembali melakukan pinjaman online melalui aplikasi 'Mangga' yang didapat dari salah satu pesan singkat yang dikirimkan melalui pesan singkat selularnya.

Aplikasi terdownload, ajuan meminjam Rp 2,2 juta kembali diajukan Rika, dengan rencana pembayaran untuk aplikasi sebelumnya sebesar Rp 1,3 juta, sementara sisanya untuk menyambung hidup.

Tanpa membaca detail persyaratan, ia kemudian mendapati saldo di rekening pribadinya bertambah Rp 2,6 juta. Tanpa pikir panjang ia kemudian menggunakan uang itu.

Mulai Terjebak

Lima hari setelah peminjaman, Rika lantas baru menyadari dirinya mulai terjebak pinjaman Online, setelah di hari debt collector melakukan teror. Alih alih mendapatkan pinjaman Rp 2,6 juta, Rika malah harus membayar uang enam juta.

Parahnya, pinjaman itu bukan hanya dari satu aplikasi, setelah dilakukan pengecekan. Dirinya baru mengetahui pinjaman itu didapat dari empat aplikasi, dengan pokok pinjaman sebesar Rp 1 juta per aplikasi dengan uang yang harus dibayarkan sebesar Rp 1,5 juta.

"Jadi dari satu aplikasi itu ajuan sebesar satu juta harus saya bayarkan sebesar Rp 1,5 juta. Padahal saya hanya dapat sekitar Rp 700-750 ribu setiap aplikasinya. Dan parahnya satu aplikasi hanya memberikan saya kurang dari Rp 600 ribu," keluhnya.

Kian panik, dari tagihan itu, dirinya baru menyadari bahwa dua dari empat aplikasi itu memberikan tenggat waktu peminjaman selama sepekan, artinya dalam dua hari ke depan ia harus melunasi pinjaman sebesar Rp 3 juta.

Beruntung gajian jelang bulan November 2020 kian datang. Menggunakan sisa gajinya, ia kemudian membayarkan piutang ke salah satu aplikasi pinjaman online, satu masalah pun terselesaikan.

Tenggat waktu yang mundur membuat Rika kembali mendapatkan teror, ancaman disebarkan data diri mulai terjadi esok harinya, lantaran deadline tagihan yang telah lewat sehari.

"Pada hari itu, hampir setiap jam saya ditagih lewat sms, telepon, maupun wa," katanya.

Teror Ekonomi

Mengabaikan satu aplikasi, teror mengganggu kembali terjadi. Para collector kemudian melakukan pesan berantai melalui sms, whatsapp, hingga telepon selular ke beberapa teman Rika, wajah Rika kemudian tersebar di beberapa pesan whatsapp.

Tak hanya itu, melalui jaringan telepon, mereka juga kembali meneror. Rika dituduh sebagai pencuri, maling, dan orang yang tak bertanggung jawab.

"Temen temenku kemudian pada nanya, aku akhirnya minta mereka mengabaikan itu," katanya.

Lamban laun, teror kembali digencarkan para collector. Mereka kemudian mengancam akan membuat teror lebih buruk, tidur Rika dan suami menjadi tak tenang, hingga membuat orangtua sempat jatuh sakit lantaran kepikiran.

Karena dianggap mengganggu, pimpinan kantornya kemudian memanggilnya. Ia kemudian diminta menyelesaikan masalah ini lantaran beberapa klien kantornya ikut mendapatkan teror.

"Untungnya bos baik, ia kasih aku pinjaman hingga 7 juta, uang itu saya gunakan untuk melunasi sisa utang," katanya.

Saat hendak melunasi dan mengecek tagihan, ia pun terkejut dengan utang yang membengkak. Tunggakan beberapa hari dari satu aplikasi merembet ke tiga aplikasi lainnya. Pikirannya kian mengacau.

"Bayangin bila ditotal denda utang saya aja sampai Rp 500 ribu per hari. Padahal yang terlambat satu aplikasi, tapi jadi dua lainnya kena. Ngga masuk akal kan?," keluh Rika.

Tak ambil pusing, hingga pertengahan Desember 2020 itu, Rika akhirnya melunasi bunga dan utang pokoknya. Sementara denda pada utang itu ia abaikan, karena dianggap tak masuk akal.

"Saya anggap lunas dong, ngapain saya harus bayar denda juga," katanya.

Berpikir masalah usai, namun para Collector kian bengis. Teror, ancaman, hingga kalimat sumpah menjadi santapan sehari harinya. Tak hanya dirinya, teror juga berlanjut hingga ke beberapa teman yang jarang bertemu, padahal temen itu tak pernah ada dikontak ponsel miliknya.

"Berarti dia mengakses medsos ku juga kan," katanya.

Meski demikian, seiring berjalan waktu teror semacam ini memudar, terlebih setelah dirinya mencoba membuang nomer ponsel yang di daftarkan.

"Januari masih ada, tapi semenjak februari mulai udah jarang jarang teror lagi," tutupnya. (TIA)

SHARE