ECONOMICS

Tuntut Kenaikan UMP 13 Persen, Buruh Minta Gubernur Sumut Pakai Diskresi

Wahyudi Aulia Siregar 18/11/2022 05:00 WIB

Selama kurun waktu tiga tahun terakhir para buruh di Sumut tidak pernah lagi mengalami kenaikan upah akibat lahirnya UU Cipta Kerja.

Tuntut Kenaikan UMP 13 Persen, Buruh Minta Gubernur Sumut Pakai Diskresi. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Buruh meminta Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, berani menggunakan diskresi (kebijakan sendiri) dalam menentukan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara untuk tahun depan.

Ketua Exco Partai Buruh Sumatera Utara, Willy Agus Utomo, mengatakan jika Edy Rahmayadi hanya ikut arahan dari pemerintah pusat, dapat dipastikan gelombang protes elemen buruh Sumut akan bergejolak.

Itu karena selama kurun waktu tiga tahun terakhir para buruh di Sumut tidak pernah lagi mengalami kenaikan upah akibat lahirnya UU Cipta Kerja. Menurutnya, UU Cipta Kerja telah menghilangkan aturan penetapan Upah Minimum Sektoral Provinsi dan Kabupaten Kota (UMSP/ UMSK).

“Pemerintah pusat kita prediksi hanya menaikan upah paling tinggi 3% saja, kalau Gubsu tidak diskresi, alamat makin miskin buruh di Sumut ini, kami tegas menolak upah murah tersebut,” ujar Willy, Kamis (17/11/2022).

Untuk itu, pihaknya menuntut agar Gubsu menaikan UMP dan UMK Se-Sumut untuk tahun 2023 mendatang naik rata-rata diangka 13%, sebab kata Willy, jika kenaikan itu dikabulkan upah buruh di Sumut pun belum tentu mengalami kenaikan yang signifikan.

“Kenaikan 13 % itu hanya untuk mengejar ketertinggalan tidak naik upah buruh Sumut, yang sebegitu lama akibat PP 36 UU Cipta Kerja yang selama ini telah mengebiri hak buruh,” ungkap Willy.

Willy mencontohkan, UMK Medan pada 2021 sebesar Rp3.329.867, sedang buruh kota Medan sudah menerima upah saat ini di angka Rp 3.500.000 hingga Rp 3.600.00.

Sebab, sebelum ada UU Cipta Kerja, upah buruh memakai hitungan Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota (UMSK). Sedang dari pada 2020 yang lalu hingga saat ini, para buruh sudah tidak pernah mengalami kenaikan upah selain karena UMSK Hilang, penetapan UMP dan UMK dianggap buruh sangat kecil atau tidak pernah naik di atas 4 %.

“Kita hitung saja 13% dari UMK Medan 3.329.867 adalah bekisar 432.000, maka akan terjadi kenaikan menjadi 3.761.867, jika hari ini buruh Medan sudah bergaji 3.600.000 karena upah sektoral, pengusaha hanya menambah kenaikan upah buruhnya 161.000 saja untuk tahun 2023, hal ini wajar karena buruh sudah tidak naik gaji 3 tahun terakhir ini” papar Willy yang juga ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut.

Jika sebaliknya, Gubsu hanya menaikan Upah Buruh hanya 3 % saja, maka seluruh buruh di Sumut dapat dipastikan tidak akan mengalami kenaikan upah untuk ke empat kalinya. Sementara kata Willy, saat ini harga kebutuhan pokok sudah sangat melonjak, belum lagi dampak kenaikan BBM yang menambah menurunnya daya beli masyarakat khususnya kaum buruh.

“Jadi kami mohon sekali lagi, ayo Gubsu berani Diskresi untuk upah buruh Sumut, buruhmu sudah lama menderita, saatnya berempatilah kepada buruhmu agar bermartabat dan sejahtera,” pungkasnya.

Willy menegaskan, permintaan kenaikan upah sebesar 13 persen sangat lumrah. Selain berdasarkan perhitungan  Inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, ada beberapa faktor lain yang pantas membuat upah dinaikkan hingga 13 persen.

"Salah satu faktornya, Gubernur sudah seharusnya peka terhadap buruh, boleh ditanya ke buruh Sumut saat ini, para buruh di kabupaten kota se Sumut sudah tidak mengalami kenaikan upah sejak kurun waktu 3 tahun terakhir ini," ungkap Willy.

Faktor kedua UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah yang mengebiri hak atas upah buruh. Menurutnya UMP dan UMK seolah kerap naik, tapi selain kenaikannya sangat minim hanya rata-rata 1 - 3 persen, ditambah lagi dengan adanya PP tentang pengupahan dalam UU Cipta Kerja yang sangat mengebiri hak buruh, di mana Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota (UMSK) yang dihapuskan, para buruh hanya menerima UMK saja yang harusnya ada kenaikan 5 - 15 % dari UMK yang ditetapkan sebelumnya.

"Jadi sejak Tahun 2020 upah buruh tidak mengalami kenaikan, karena hampir 90 persen pekerja buruh Sumut itu sebelum ada UU Cipta Kerja upahnya UMSK bukan UMK, maka kalaupun naik selama dua tahun ini, upah mereka masih lebih dari UMP atau UMK yang ditetapkan," ujar Willy.

"Saya mencontohkan Pada 2021 lalu naik sebesar Rp 107.341 atau naik 3,3 % tahun itu, dari Rp 3.222.526, naik menjadi Rp 3.329.867, akan tetapi tahun itu sebelumnya para buruh Medan sudah menerima upah dari Pengusaha memakai hitungan UMSK atau upah sektoral masing-masing Industri, yang bekisar Rp 3.500.000 hingga Rp 3.600.000 ini upah mereka di bawah tahun 2020, nah bisa dibayangkan hingga saat ini walau UMK Medan naik, mereka tidak akan menerima kenaikan upah karena dianggap pengusaha mereka sudah lebih upahnya," papar Willy.

Faktor ketiga, biaya hidup dan kebutuhan pokok masyarakat sudah sangat melambung tinggi, diketahui naiknya harga BBM baru-baru ini yang sangat tinggi terasa sulit bagi kalangan buruh dan masyarakat luas, di mana semua harga kebutuhan pokok, sembako, sewa menyewa rumah, uang sekolah, ongkos angkot dan kebutuhan hidup lainnya mengalami kenaikan signifikan.

"Buruh saat ini sudah jatuh tertimpa tangga, upah murah karena kenaikan yang dikebiri UU Cipta Kerja, sekarang kebutuhan pokok tak sanggup mereka penuhi, hidup mereka sudah banyak gali lubang tutup lubang, hutang sana sini," ketus Willy.

Ketiga faktor itulah, lanjut Willy yang harus mendasari Gubernur Sumatera Utara dapat mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap rakyatnya khususnya buruh Sumut yang hidupnya semakin sulit saat ini.

" Tuntutan 13 persen itu juga sesuai dengan peraturan yang ada, kalau Gubernurnya berani bijaksana tidak takut intervensi dari siapa pun," tegas Willy.

Partai Buruh Sumut juga menyatakan sikapnya, mendukung gerakan serikat pekerja serikat buruh yang melakukan aksi unjuk rasa dalam memperjuangkan upah buruh di Sumut nantinya.

"Dalam waktu dekat jika tuntutan kami ini tidak dipenuhi, maka kami juga akan gelar aksi bersama serikat pekerja serikat buruh yang ada di Sumut, dan mungkin pada Desember 2022 kita rencanakan mogok kerja nasional secara besar besaran jika tetap tidak digubris pemerintah," tandasnya.

(FRI)

SHARE