Wamen BUMN Sebut Investasi Empat Dapen Ini Dinilai Tidak Masuk Akal
Kementerian BUMN mencatat imbal hasil atau yield dana pensiun empat perusahaan pelat merah berada di level 1-2 persen. Persentase ini termasuk paling rendah.
IDXChannel - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencatat imbal hasil atau yield dana pensiun (dapen) empat perusahaan pelat merah di bawah 4 persen atau berada di level 1-2 persen. Persentase ini termasuk paling rendah.
Empat BUMN itu yakni PT Angkasa Pura I (Persero) atau AP I, PT Perkebunan Nusantara (Persero), PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) atau ID FOOD, dan PT Inhutani (Persero).
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo alias Tiko mengatakan, instrumen investasi yang dipilih memberikan imbal hasil yang tidak masuk akal. Sebab, terlalu kecil dibandingkan dana yang ditempatkan.
"Ini kemarin kan yang kita pilih yang memang yield-nya rendah sekali, yang di bawah di bawah 4 persen yield-nya. Jadi memang yield-nya cuma 1-2 persen, jadi jauh di bawah rate deposito, kan enggak masuk akal," ujar Tiko saat ditemui di Gedung Sarinah, Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Lantaran imbal hasil yang rendah, lanjut Tiko, investasi tersebut merugikan negara. Dari hasil audit sementara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) total kerugian negara mencapai Rp300 miliar.
"Empat ini yang paling rendah yield-nya, dan memang jelas ada investasi-investasi yang merugikan, dan ada tata kelola yang dilanggar," ucapnya.
Sementara itu, Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengungkapkan, dari empat BUMN ada dua dapen terindikasi fraud atau korupsi. Hal ini berdasarkan hasil audit lembaga auditor internal negara itu.
Ateh mengungkapkan, dari empat BUMN pihaknya mengambil sampling transaksi investasi 10 persen dari sekurang-kurangnya Rp1,125 triliun. Hasilnya ditemukan bahwa ada transaksi tanpa memperhatikan prinsip tata kelola yang baik.
"Ini kami juga mengambil sampling transaksi investasi itu 10 persen dari sekurang-kurangnya sekitar Rp1,125 triliun. Kami menemukan memang transaksi ini beberapa dilakukan tanpa memperhatikan prinsip tata kelola yang baik," kata Ateh.
(YNA)