Warga Sri Lanka Mengamuk, Sebut Presiden Lebih Buruk dari Binatang
Gelombang demonstrasi meningkat cukup signifikan di Sri Lanka menyusul krisis ekonomi akibat inflasi dan jeratan utang luar negeri.
IDXChannel - Gelombang demonstrasi meningkat cukup signifikan di Sri Lanka menyusul krisis ekonomi akibat inflasi dan jeratan utang luar negeri.
Selama beberapa bulan terakhir, warga Sri Lanka dihadapkan dengan kenaikan harga dan kelangkaan bahan bakar, makanan, hingga obat-obatan. Permintaan kebutuhan pokok yang meningkat ditambah pemadaman listrik rutin membuat mereka turun ke jalan mempertanyakan tanggung jawab negara.
Slogan anti-pemerintah memenuhi jalanan ibu kota Kolombo. Warga menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa -sering disebut Gota- untuk mundur lantaran dianggap tidak becus mengurus negara berpenduduk 20 juta orang itu.
Chanda Upul, pria 50 tahun yang tinggal di pinggaran kawasan kumuh kota, mengaku tidak mampu membayar becak sewaan dan terpaksa kehilangan satu-satunya mata pencaharian itu.
Saat ini dia dan keempat anaknya bertahan hidup dengan memakan nasi dan air. Sedangkan sayuran dan susu sudah tak sanggup lagi dibeli.
"Saya dulu memilih Gota (Presiden Sri Lanka saat ini) karena saya pikir dia adalah seekor singa, sekarang saya melihat dia lebih buruk dari seekor anjing," kata Upul, dilansir The Guardian, dikutip Minggu (10/4/2022).
Upul merasa dirinya di ambang putus asa. Keinginan untuk mengakhiri hidup sempat terlintas di benaknya.
“Yang bisa kita lakukan sekarang hanya minum racun, selesai kita,” tuturnya.
Dampak krisis keuangan Sri Lanka hampir menerjang semua lini kehidupan. Pemadaman listrik yang menggelapkan rumah warga selama delapan jam setiap hari memaksa orang untuk memasak di atas kayu hasil pungutan.
Antrian bermil-mil mengular di luar pompa bensin. Ujian sekolah dan surat kabar cetak dikabarkan berhenti lantaran pemerintah dan media tidak mampu membeli kertas untuk mencetaknya.
Sejumlah dokter telah menyatakan ada krisis medis karena apotek dan rumah sakit kosong dari obat-obatan. Di Kolombo, polisi berdiri di persimpangan jalan karena lampu lalu lintas telah dimatikan.
Sebagian besar demonstran yang turun ke jalan adalah generasi muda Sri Lanka, yang marah karena melihat krisis ini sebagai ancaman masa depan mereka.
Terlebih, hal ini terbakar oleh perpecahan dan ketidakmampuan generasi yang lebih tua di kursi kepemimpinan. Demikian ungkap seorang demonstran Vasi Samudra Devi, perempuan milenial berusia 26 tahun.
“Sudah tugas semua orang untuk protes, situasi di sini sangat suram bagi anak muda,” kata Devi.
“Politisi korup ini telah mencuri uang kami dan menghancurkan masa depan kami. Kami pantas mendapatkan yang lebih baik dari ini," tegas Devi.
Seperti diketahui, pemerintah Sri Lanka sedang berupaya mengatasi krisis moneter dengan mencoba mengajukan pinjaman dari Dana Moneter Internasional atau IMF.
Menteri Keuangan Sri Lanka Ali Sabry mengatakan negaranya membutuhkan bantuan keuangan eksternal agar dapat segera merestrukturisasi utang obligasi dan memulihkan pasokan bahan baku yang penting, seperti makanan, bahan bakar, hingga obat-obatan.
"Ini tugas yang sangat berat," kata Sabry, kepada Reuters, dikutip Minggu (10/4).
Sabry menuturkan sedang menjajaki potensi pinjaman dari IMF pada bulan ini sebesar USD3 miliar atau setara Rp43 triliun.
(NDA)