MARKET NEWS

Dunia Kelimpungan Energi, Raksasa Minyak Cuan Jumbo

Maulina Ulfa - Riset 02/11/2022 12:33 WIB

Beberapa perusahaan migas masih meraup cuan dan bahkan mengalami peningkatan pendapatan di tengah krisis energi di beberapa negara.

Dunia Kelimpungan Energi, Raksasa Minyak Cuan Jumbo. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Raksasa minyak Saudi Aramco mencatatkan laba bersih sebesar USD42,43 miliar di kuartal III 2022.

Perusahaan yang secara resmi bernama Saudi Arabian Oil Co ini mencatatkan kenaikan laba sebesar USD12 miliar dari sebelumnya sebesar USD30,43 miliar pada periode yang sama tahun lalu (y-o-y). Keuntungan ini didorong oleh harga minyak mentah yang lebih tinggi dan besarnya volume yang terjual.

Mengutip Wall Street Journal, laba di kuartal ketiga ini lebih rendah dari yang diperoleh dibanding kuartal (q-o-q) sebelumnya. Aramco melaporkan laba bersih kuartalan tertinggi pada periode sebelumnya sejak perusahaan minyak milik negara ini mulai melantai di bursa saham Saudi pada 2019.

Aramco mengatakan penurunan laba dibanding kuartal sebelumnya ini karena harga minyak yang lebih rendah dibandingkan dengan kuartal kedua dan penurunan margin penyulingan.

Perusahaan milik pemerintah Saudi ini menjadi salah satu perusahaan yang paling berharga secara global. Kinerjanya telah membantu mendorong pertumbuhan ekonomi Saudi bahkan ketika AS dan Eropa khawatir tentang resesi.

Perang di Ukraina dan lonjakan harga energi telah mendorong negara-negara penghasil minyak ini mencetak pendapatan jumbo. Setelah sebelumnya pasar minyak mengalami tekanan dan dunia yang sedang beralih ke bahan bakar yang lebih bersih.

Menurut proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF), Arab Saudi menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia tahun ini. Ekonomi Saudi tumbuh sebesar 7,6% yang berarti pertumbuhan tercepat dalam hampir satu dekade.

Arab Saudi sebagai pengekspor minyak terbesar di dunia juga mengalihkan pendapatan dari minyak untuk meningkatkan ekonominya. Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengesahkan kebijakan untuk sejumlah proyek pembangunan.

Namun, meskipun kerajaan mencoba untuk melakukan diversifikasi ekonomi dari minyak dengan menciptakan industri baru seperti pariwisata, pertambangan dan manufaktur mobil, minyak tetap menjadi mesin ekonomi utama negara tersebut.

Meskipun harga minyak telah mendingin sejak berada di puncaknya pada bulan Maret lalu setelah invasi Rusia ke Ukraina, namun angkanya tetap tinggi.

Minyak mentah Brent sebagai patokan minyak global, dihargai rata-rata USD70,86 per barel tahun lalu dan berada di angka USD41,96 setahun sebelumnya. Terakhir, minyak Brent diperdagangkan pada angka USD95,52 per barel pada Rabu (02/11).

Aramco, yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh pemerintah Saudi, mengatakan akan menebar dividen kepada pemegang sahamnya senilai USD18,8 miliar untuk kuartal ketiga.

Arus kas bebas (FCF) Aramco juga meningkat ke rekor USD45 miliar di kuartal tersebut, naik dari USD28,7 miliar pada kuartal yang sama tahun lalu.

Ketiban Durian Runtuh

Memang menjadi ironi di saat banyak negara tengah menghadapi krisis energi, beberapa perusahaan migas masih meraup cuan.

Mengutip The Guardian, keuntungan di perusahaan minyak terbesar dunia telah melonjak hampir £150 miliar sepanjang tahun ini karena perang Rusia di Ukraina. Perang ini mendorong harga energi meroket secara signifikan.

Pada Kamis lalu (27/10) perusahaan energi berbasis di Inggris, Royal Dutch Shell dan perusahaan Prancis TotalEnergies melaporkan laba untuk sembilan bulan pertama tahun 2022 sebesar masing-masing USD30,1 miliar dan USD28,7.

Dua raksasa migas asal negeri Paman Sam, Amerika Serikat (AS) yakni Chevron dan ExxonMobil juga diperkirakan akan melaporkan laba tahunan mencapai USD27,3 dan USD42,7 miliar.

Adapun raksasa energi Inggris BP mencatatkan laba selama 9 bulan pertama di 2022 menembus angka USD20,7 miliar pada Selasa (25/10). Sementara raksasa energi Italia, ENI mecatatkan keuntungan bersih USD10,3 miliar dan ConocoPhilips sebesar USD13,8 miliar hingga kuartal III 2022.

Cumulative taking dari tujuh pengebor minyak sektor swasta terbesar selama sembilan bulan pertama tahun 2022 dapat mencapai USD173 miliar atau setara £150 miliar, menurut analisis S&P Global Market Intelligence. (Lihat grafik di bawah ini)

Kinerja keuangan para raksasa migas ini melonjak karena kenaikan harga energi yang dramatis setelah invasi Rusia ke Ukraina.

Diketahui sebelumnya, harga energi meroket di seluruh Eropa. Inflasi tahunan energi di Uni Eropa mencapai 41,9 %% pada Oktober, naik dibanding bulan September yang mencapai 40,7 %.

Sementara biaya energi di AS meningkat lebih lambat 19,8% yoy pada September 2022. Angka ini berkurang dari bulan sebelumnya sebesar 23,8%. Namun, biaya energi sempat mencapai level tertinggi pada Juni 2022 mencapai 41,62%.

Inggris dan Uni Eropa dilaporkan telah menerapkan tax windfall atau pajak rejeki nomplok atas keuntungan bahan bakar fosil ini. Hal ini dilakukan sebagai upaya mendukung rumah tangga yang saat ini tengah berjuang dengan tagihan energi yang lebih tinggi.

Dorongan yang sama juga disebut terjadi di AS di mana banyak pihak meminta presiden Joe Biden untuk melakukan tindakan serupa. (ADF)

SHARE