MARKET NEWS

EBT Lagi Naik Daun, Emiten Energi Bersih Tersengat Cuan

Melati Kristina - Riset 26/09/2022 06:30 WIB

Emiten energi baru dan terbarukan (EBT) tersengat cuan di tengah komitmen Indonesia dalam G20 untukmemerangi emisi gas rumah kaca melalui transisi energi.

EBT Lagi Naik Daun, Emiten Energi Bersih Tersengat Cuan. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Perubahan iklim merupakan ancaman nyata yang dihadapi seluruh negara di dunia tak terkecuali Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebagai upaya memerangi perubahan iklim.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, Indonesia rentan terhadap perubahan iklim. Salah satu ancamannya berasal dari emisi gas rumah kaca dan kenaikan suhu.

“Menurut penelitian, Indonesia akan terkena dampak sebesar 0,66 persen hingga 3,45 persen dari PDB (produk domestik bruto) kita pada tahun 2030 karena perubahan iklim,” katanya secara daring dalam acara B20-G20 Dialogue: Energy, Sustainability, and Climate Task Force pada Selasa (30/8), dilansir dari Kementerian Keuangan.

Adapun, berdasarkan data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2021, Indonesia telah menghasilkan emisi gas rumah kaca sekitar 1,86 miliar ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e) pada tahun 2019.

Selain itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa adanya kenaikan suhu permukaan yang lebih tinggi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah.

Laporan Badan Meteorologi Dunia (WMO) pada Mei 2022 juga mengatakan,suhu udara permukaan global hingga akhir 2021 telah memanas sebesar 1,11°C dari baseline suhu global periode pra-industri (1850-1900).

Emisi gas rumah kaca terjadi semenjak dimulainya Revolusi Industri di Inggris antara tahun 1750-1850. Di periode ini, terjadi pemanfaatan batu bara besar-besaran untuk skala industri dimana hal tersebut terus berlanjut hingga saat ini.

Terus meningkatnya suhu permukaan pada beberapa dekade terakhir merupakan wujud dari pemanasan global.

Menanggapi permasalahan tersebut, Indonesia bersama berbagai negara lainnya berkomitmen untuk menanggulangi perubahan iklim yang tercantum dalam dokumen National Determined Contribution (NDC), yang diperbaharui pada 2021 lalu.

Sementara target Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030 mendatang. 

Transisi Energi Jadi Solusi Tangani Perubahan Iklim

Data KLHK per 2021 menyampaikan, sektor energi menyumbang emisi gas rumah kaca nasional terbesar, yakni mencapai 638,8 juta ton CO2e di tahun 2019.

Ini menjadi tantangan bagi pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca seiring dengan isu prioritas pada Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 yaitu sustainable energy transition atau transisi energi berkelanjutan.

Adapun Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Perencanaan Strategis, Yudo Dwinanda mengatakan ForumTransisi Energi dalam format Energy Transitions Working Group (ETWG) berfokus pada akses, teknologi, dan pendanaaan.

“G20 diharapkan dapat mencapai kesepakatan bersama dalam mempercepat transisi energi global, sekaligus memperkuat sistem energi global yang berkelanjutan,” katanya, dilansir dalam siaran pers Kementerian ESDM, Kamis (6/1).

Selain itu, transisi energi juga harus dilakukan secara tepat agar pertumbuhan Indonesia tidak terganggu. Dengan demikian, Indonesia perlu mengoptimalkan pengembangan sumber energi baru dan terbarukan (EBT) agar kedepannya dapat mengurangi ketergantungan akan batu bara.

EBT merupakan sumber energi yang dapat cepat dipulihkan secara alami dan prosesnya berkelanjutan. Adapun sumber energi tersebut dapat berasal dari tenaga surya, angin, arus air, proses biologi hingga panas bumi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut mengingatkan agar pengembangan ekonomi hijau benar-benar menjadi komitmen pemerintah.

“Harus kita pastikan berjalannya investasi itu untuk menggeser pembangkit batu bara dan menggantikannya dengan energi baru terbarukan,” katanya, dalam sidang kabinet paripurna, Rabu (17/11/2021).

Adapun Jokowi mendapatkan komitmen investasi dari Inggris yang jumlahnya mencapai USD9,29 miliar untuk investasi dalam rangka transisi energi dan ekonomi hijau. Di samping itu, pemerintah Indonesia juga telah berkomitmen dalam mempercepat transisi energi.

Selain mematok target bauran energi dan EBT sebesar 25 persen di tahun 2025, Jokowi juga menegaskan komitmen Indonesia dalam memenuhi Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.

Teranyar, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik pada Selasa (13/9) lalu.

Perpres tersebut turut mengatur tentang harga pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik yang memanfaatkan EBT. Adapun mengutip Perpres 112 Tahun 2022, harga patokan tertinggi pembelian tenaga listrik Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), yaitu 3,76 cent USD/kWh.

Sementara harga patokan tertinggi untuk pembelian tenaga listrik Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) sebesar 9,29 cent USD/kWh. 

Selain itu, dalam Perpres tersebut juga mengatur harga patokan pembelian tenaga listrik yang bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Fotovoltaik, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), dan Pembangkit Listrik Tenaga Bio Gas (PLTBg). (Lihat grafik di bawah ini.)

Sejumlah Emiten Berkontribusi di Sektor EBT di Tanah Air

Di Tanah Air, pemanfaatan EBT sudah mulai marak dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan yang berfokus di sektor energi bersih. Selain itu, terdapat beberapa perusahaan EBT yang sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Salah satu emiten yang berkecimpung di industri EBT adalah PT Sky Energy Indonesia Tbk (JSKY). Perusahaan ini merupakan produsen energi surya dengan pabrik sel surya pertama di Indonesia.

Adapun kegiatan utama dari JSKY adalah menjalankan industri mesin pembangkit listrik, energy alternatif beserta komponennya, dan memproduksi solar home system.

Hampir sama dengan JSKY, emiten EBT yakni PT Semacom Integrated Tbk atau SEMA juga bergerak dalam usaha produksi panel dan perakitan baterai listrik dan EBT.

Selain itu, emiten ini juga berkecimpung di industri peralatan pengontrol dan pendistribusan listrik dan instalasi listrik hingga industri batu baterai.

Selanjutnya yakni PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN) yang merupakan produsen EBT khususnya PLTA. Adapun emiten ini telah mengoperasikan hydropower plant di Sumatera Utara yaitu PLTA Pakkat yang kapasitasnya mencapai 18 Megawatt (MW) melalui PT Energi Sakti Santosa.

KEEN juga mengoperasikan hydropower plant di Bengkulu dengan kapasitas 21 MW. Tak hanya mengembangkan hydropower plant, KEEN juga mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Toraja Utara berkapasitas 10 MW.

Informasi saja, perusahaan tenaga listrik terbesar di Jepang, Tepco Renewable Power Inc. memborong 25 persen saham emiten ini pada Januari 2022 lalu. Sedangkan nilai transaksi dari pembelian saham ini mencapai Rp394,13 miliar.

Emiten berikutnya, PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) juga bergerak di bidang EBT melalui PLTA. Saat ini, ARKO mengoperasikan dua PLTM yang berada di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan dengan kapasitas masing-masing 7,4 MW dan 10 MW.

ARKO juga memiliki dua proyek PLTM yang masih dalam tahap konstruksi yang diperkirakan akan beroperasi pada 2023 dan 2024 dengan total kapasitas terpasang sebesar 32,8 MW.

Kabar terbaru, PT United Tractors Tbk (UNTR) milik Grup Astra melalui anak usahanya yaitu PT Energia Prima Nusantara (EPN) –yang bergerak di sektor EBT– membeli saham ARKO melalui ACEI Singapore Holding Private Ltd.

Adapun UNTR melakukan diversifikasi bisnis melalui pembelian 21,61 persen saham ACEI pada ARKO yang setara dengan Rp176,5 miliar.

Terakhir yaitu PT Megapower Makmur Tbk (MPOW) yang turut menjajaki pembangkit listrik EBT. Meski kegiatan utama perusahaan di bidang Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), akan tetapi MPOW tengah berekspansi dengan berinvestasi di sektor energi bersih sejak 2016 silam.

Di tahun tersebut, MPOW telah mengoperasikan pembangkit bertenaga air yaitu PLTM Bantaeng-1 di Sulawesi Selatan dengan kapasitas terpasang sebesar 2 x 2.250 kW.

Sebagaimana disebutkan dalam laporan tahunan perusahaan pada 2021, pendapatan MPOW dari sektor EBT, khususnya PLTM atau Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro menyumbang 45 persen dari total pendapatan emiten.

Sementara kapasitas proyek minihydro power plant milik MPOW pada 2021 mencapai 16,70 juta kWh.

EBT Mulai Jadi Primadona, Bagaimana Rapor Saham dan Keuangan Emiten Ini?

Emiten EBT khususnya pembangkit listrik energi bersih tengah tersengat sentimen positif dari agenda strategis pemerintah dalam beralih ke penggunaan dan pemanfaatan energi tersebut. Ini tercermin dari sejumlah saham emiten industri ini yang memiliki kinerja bagus sepanjang 2022.

Dilansir dari data BEI per penutupan Rabu (22/9), harga saham ARKO mencatatkan performa terbaik di antara emiten EBT lainnya. Adapun saham ARKO terbang hingga 131,67 persen semenjak resmi melantai di bursa pada 30 Juni 2022 lalu.

Di samping harga sahamnya yang terkerek, ARKO juga mencatatkan rapor keuangan yang apik di semester I-2022. Menurut laporan keuangannya, ARKO memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp116,02 miliar yang bertumbuh 36,06 persen secara year on year (yoy).

Selain itu, laba bersih ARKO juga melesat hingga 69,59 persen secara yoy yakni menjadi Rp24,93 miliar. Dengan demikian, ARKO berhasil mengungguli emiten EBT lainnya dari segi laba bersih maupun pendapatan bersih. (Lihat tabel di bawah ini.)

Meningkatnya pendapatan dan laba bersih ARKO bersumber dari naiknya segmen pendapatan emiten yang signifikan. Adapun segmen pendapatan dari penjualan listrik meningkat hingga 19,25 persen menjadi Rp32,29 miliar.

Sementara peningkatan paling signifikan adalah pendapatan dari jasa lainnya yang melesat 131,65 persen meskipun hanya menyumbang Rp3,85 miliar terhadap pendapatan.

Sedangkan jasa konstruksi menyumbang Rp79,88 miliar terhadap pendapatan dengan peningkatan hingga 41,29 persen.

Adapun PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN sebagai pelanggan pihak ketiga juga menyumbang pendapatan ARKOhingga 99,79 persen yakni sebesar Rp115,78 miliar di semester I-2022.

Selain ARKO, KEEN juga mencetak pertumbuhan pendapatan bersih dan laba bersih yang melesat secara yoy.

Menurut laporan keuangan emiten di semester I-2022, pendapatan bersih KEEN tumbuh hingga 11,85 persen menjadi USD20,36 juta atau setara Rp302,36 miliar (dengan asumsi kurs Rp14.848/USD).

Sedangkan laba bersihnya juga melesat hingga 66,34 persen menjadi USD6,81 juta atau senilai dengan Rp101,24 miliar di semester I-2022.

Selain mencatatkan kinerja keuangan yang masih melesat di semester I-2022, performa saham KEEN secara year to date (YTD) juga terkerek hingga 81,61 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Menyusul kinerja positif kedua emiten di atas, SEMA juga masih mencatatkan pertumbuhan performa saham di zona hijau sejak pertama melantai di bursa, yakni sebesar 10 persen pada penutupan Rabu (21/9).

Informasi saja, SEMA melakukan Initial Public Offering (IPO) atau resmi melantai perdana di bursa pada 10 Januari 2022.

Kendati demikian, kinerja keuangan SEMA terkontraksi di semester pertama tahun ini. Adapun baik pendapatan bersih maupun laba bersih emiten ini masing-masing merosot hingga minus 1,25 persen dan minus 40,76 persen secara yoy.

Sementara pendapatan bersih yang diperoleh SEMA di periode ini mencapai Rp60,14 miliar. Sedangkan laba bersihnya turun menjadi Rp3,51 miliar.

Tak seperti ketiga emiten pembangkit listrik EBT lainnya, JSKY mencatatkan keuangan maupun kinerja saham yang ambruk.

Berdasarkan data BEI pada penutupan Rabu (21/9), harga saham JSKY secara YTD ambles di minus 50,48 persen. Di samping itu, dalam kurun sebulan terakhir, saham JSKY stagnan alias tidak bergerak di angka 0 persen.

Datarnya saham JSKY terjadi di tengah keputusan BEI memberikan notasi khusus L yang berarti perusahaan belum menyampaikan laporan keuangan. Sedangkan, perusahaan ini telah menyampaikan laporan keuanganya yang terbaru yaitu pada periode tahun penuh (Full Year/FY) 2021.

Sebagaimana disampaikan di laporan keuangan tersebut, pendapatan bersih JSKY di periode FY 2021 merosot hingga minus 25,95 persen menjadi Rp148,29 miliar.

Sementara emiten ini membukukan rugi bersih sebesar Rp72,77 miliar di periode ini. Sebelumnya, JSKY masih mencatatkan laba bersih di periode yang sama tahun 2020 yakni sebesar Rp6,98 miliar.

Periset: Melati Kristina

(ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE