Garap Kendaraan Listrik, Saham Antam (ANTM)-Timah (TINS) Cs Tokcer?
Sejumlah emiten tambang nikel dan batu bara jadi pemain industri kendaraan listrik Tanah Air. Lalu, bagaimana kinerja keuangan dan saham sektor ini?
IDXChannel – Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri kendaraan listrik. Apalagi, negara yang kaya akan sumber daya ini memiliki beragam hasil tambang yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku baterai bagi kendaraan listrik.
Sebagaimana dilansir dari Kementerian BUMN, Indonesia memiliki cadangan alumunium sebanyak 1,2 miliar ton di tahun 2021. Sementara cadangan material industri baterai lainnya yang terdapat di Tanah Air yaitu tembaga 51 juta ton), mangan (43 juta ton), serta nikel (21 juta ton).
Dikenal akan cadangan nikel yang melimpah, Indonesia menjadi negara dengan produsen nikel terbanyak di dunia. Data US Geological Survey mengungkapkan, pada 2021 lalu, indonesia telah menghasilkan 1 juta metrik ton nikel atau setara dengan 37,04 persen pasokan nikel di dunia.
Potensi besar tersebut tentunya menjadi peluang bagi sektor tambang khususnya emiten yang bergerak di industri nikel Tanah Air untuk masuk ke industri baterai kendaraan listrik. Tak hanya emiten nikel, emiten batu bara turut meramaikan industri ini.
Tim Riset IDX Channel merangkum beberapa emiten nikel yang berpartisipasi dalam industri kendaraan listrik. Adapun emiten tersebut adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Timah Tbk (TINS), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Sementara di sektor batu bara, emiten yang masuk ke industri ini adalah PT Indika Energy Tbk (INDY), PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO).
Selain sektor tersebut, emiten lain juga mengambil bagian sebagai produsen kendaraan listrik. Emiten tersebut adalah adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Gaya Abadi Sempurna Tbk (SLIS), dan PT NFC Indonesia Tbk (NFCX).
WIKA terjun menjadi produsen kendaraan listrik dengan menguasai kepemilikan produsen motor lokal, Gesits. Melalui anak usahanya, PT Wijaya Karya Industri dan Konstruksi (WIKON) mengambil 10,66 persen saham PT Gesits Technologies Indo (GTI).
Sementara SLIS merambah industri kendaraan listrik dengan fokus pada produksi hingga perakitan kendaraan motor maupun sepeda listrik.
Sedangkan NFCX masuk ke industri ini dengan menggandeng SiCepat membentuk perusahaan patungan bernama PT Energi Selalu Baru (ESB). Perusahaan tersebut berfokus pada distribusi motor listrik, penukaran baterai, dan berbagai layanan pendukungnya.
Kinerja Keuangan Emiten Tambang dan Energi Melesat di Awal 2022
Baik emiten nikel maupun batu bara memiliki kinerja keuangan yang baik di awal tahun 2022. TINS menjadi emiten dengan pertumbuhan laba bersih tertinggi pada sektor ini, yakni meroket hingga 5.715,22 persen di triwulan pertama tahun ini.
Adapun laba bersih yang dibukukan TINS mencapai Rp601,47 miliar. Padahal di periode yang sama tahun sebelumnya, TINS hanya memperoleh laba sebesar Rp10,34 miliar.
Melesatnya laba bersih TINS ditopang dengan naiknya pendapatan bersih emiten ini yang mencapai 79,62 persen secara tahunan menjadi Rp4,39 Triliun pada triwulan pertama tahun 2022. Ini menjadi pertumbuhan pendapatan bersih tertinggi di antara emiten tambang lainnya.
Selain itu, TINS mampu menekan porsi beban pokok terhadap pendapatan bersih perusahaan menjadi 75,10 persen, dari yang sebelumnya mencapai 86,79 persen.
Sementara dari segi jumlah pendapatan maupun laba bersih, ADRO paling unggul dibanding emiten lainnya. Emiten batu bara ini memperoleh pendapatan bersih sebanyak USD1,22 miliar atau Rp17,76 triliun (asumsi kurs Rp14.500/USD) pada triwulan I-2022, naik 76,98 persen secara yoy.
Sedangkan laba bersih yang dibukukan emiten ini pada triwulan I-2022 mencapai Rp5,80 triliun atau tumbuh 457,61 persen dari tahun sebelumnya.
Kinerja Emiten yang Masuk ke Kendaraan Listrik Triwulan I-2022
Sumber: Tim Riset IDX Channel, Laporan Keuangan Q-1 2022, Juni 2022 (data olahan) | *sumber data disajikan dalam USD dengan kurs Rp14.500/USD
Selain kedua emiten diatas, INDY berhasil membalik rugi menjadi laba (turnaround) di triwulan I tahun ini. Adapun pada triwulan I-2021, emiten ini membukukan rugi bersih mencapai minus Rp135,74 miliar. Sementara di tahun ini, emiten ini turnaround menjadi Rp1,09 triliun.
Penjualan batu bara menjadi sumber pendapatan terbesar emiten ini, yakni mencapai Rp10,69 triliun atau meningkat hingga 56,52 persen dibanding periode yang sama di tahun lalu.
Kinerja Saham Positif di Tengah Penguatan Harga Komoditas
Masuknya emiten tambang ke segmen kendaraan listrik bisa menjadi katalis positif pergerakan saham emiten tersebut. Seperti harga saham INDY yang terdongkrak ketika perusahaan menggaet IBC, Foxconn, dan Gogoro masuk dalam ekosistem kendaraan listrik di awal tahun.
Pada perdagangan 24 Januari 2022, saham emiten batu bara ini terkerek 24,92 persen ke level Rp1.980 per saham. Sayangnya, tren tersebut hanya sesaat saja. Saham INDY kembali terkoreksi pada 25 Januari 2022 menjadi Rp1.885/saham.
Akan tetapi, dibanding emiten lainnya, kinerja saham INDY secara year to date (YTD) tercatat paling baik. Adapun menurut Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (20/6/2022), kinerja saham emiten ini mencapai 65,70 persen sepanjang tahun 2022.
Peforma positif kinerja saham INDY selaras dengan kinerja keuangan yang baik. Sebab, pada triwulan pertama tahun ini, emiten batu bara ini berhasil membalik rugi menjadi laba.
Emiten lain yang kinerja sahamnya juga baik yaitu INCO (42,09%), ADRO (30,22%), dan TINS (15,81%).
Sementara TOBA menjadi emiten dengan kinerja saham terburuk, yakni terkontraksi hingga minus 25,45 persen secara YTD. Selain itu, ANTM juga mencatatkan kinerja saham YTD yang memerah di angka minus 8,41 persen.
Kinerja Saham Year to Date (YTD) Emiten Baterai Kendaraan Listrik 2022
Sumber: Tim Riset IDX Channel, Bursa Efek Indonesia (BEI), Juni 2022 (data olahan)
Meski memiliki kinerja saham YTD yang negatif, ANTM mencatatkan lonjakan harga saham hingga 32,88 persen dalam pekan pertama bulan Maret tahun ini. Lonjakan saham tambang nikel tersebut ke zona hijau pada awal Maret lalu diiringi dengan harga nikel yang melesat hingga 73 persen.
Pada Senin (7/3/2022), harga nikel meroket hingga USD56 ribu/ton, mencapai rekor harga tertinggi sepanjang masa. Melajunya harga nikel dunia disebabkan kekhawatiran pelaku pasar akan sanksi bagi Rusia yang dapat mengganggu pasokan nikel dunia.
Selain ANTM, TINS juga mencatatkan kenaikan harga saham sebesar 14,47 persen selama sepekan di awal Maret lalu. Adapun London Metal Exchange (LME) mencatat, harga nikel per Kamis (23/6) kembali di angka USD24,45 ribu atau tumbuh 22,12 persen secara YTD.
Selain nikel, komoditas batu bara juga mengalami kenaikan di tahun ini. Tercatat, harga batu bara mendekati USD400/ton pada Rabu (21/6/2022). Mengacu pada harga kontrak batu bara acuan ICE Newscastle, harga batu bara menguat hingga 3,27 persen menjadi USD394,75/ton.
Kenaikan tersebut dipicu rencana Eropa untuk beralih ke bahan bakar fosil. Sebagaimana dilansir dari Kementerian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia kecipratan untung dari permintaan batu bara oleh Jerman sejurus dengan aksi boikot berbagai negara Eropa terhadap kegiatan ekspor impor komoditas asal Rusia.
Situasi ini tentunya menguntungkan bagi emiten batu bara. Pasalnya, harga saham berbagai emiten ini tercatat melesat pada perdagangan Senin (21/6/2022). Adapun emiten yang harga sahamnya menguat yakni ADRO (3,41 persen), INDY (3,13 persen), dan TOBA (2,44 persen). (ADF)
Periset: Melati Kristina
Sumber: Tim Riset IDX Channel, Juni 2022