Harga CPO Naik 5 Persen, JARR dan DSNG Pimpin Kenaikan Saham Sawit
Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) melesat dalam dua perdagangan terakhir dan kembali ke atas level psikologis MYR3.800 per ton
IDXChannel - Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) melesat dalam dua perdagangan terakhir dan kembali ke atas level psikologis MYR3.800 per ton di tengah penguatan harga minyak pesaing dan sentimen harga minyak dunia.
Kontrak berjangka (futures) CPO di Bursa Malaysia Derivatives naik 1,86 persen secara harian ke posisi MYR3.842 per ton pada Jumat (29/9/2023) per 14.55 WIB.
Pada Rabu (27/9), lantaran kemarin libur Maulid Nabi Muhammad, harga CPO melambung 2,14 persen. Alhasil, hanya dalam 2 hari, harga minyak sawit sudah melejit 5,09 persen. Dalam sepekan, harga CPO juga mendaki 5,00 persen.
Sementara menurut analisis Trading Economics, harga minyak sawit telah menguat 11,91 persen persen sejak awal tahun 2023, menurut perdagangan Contract for Difference (CFD) yang melacak pasar acuan untuk komoditas ini.
Kinerja Saham Sawit
Sejumlah saham emiten sawit jelang penutupan perdagangan Jumat (29/9/2023) bergerak mixed.
Tiga saham sawit yang bergerak hijau hari ini adalah PT Johnlin Agro Raya Tbk (JARR), PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG), dan emiten sawit milik PT Sinar Mas, Smart Tbk (SMAR).
Emiten milik konglomerat Kalimantan, Haji Isam, JARR meroket paling kencang mencapai 10,98 persen pada pukul 16.00 WIB. Selain karena naiknya CPO, kenaikan saham JARR juga didukung sentimen merger dengan entitas usaha lainnya, yaitu PT Jhonlin Agro Lestari (JAL). (Lihat grafik di bawah ini.)
Berdasarkan pernyataan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), tujuan merger ini antara lain untuk mendukung pasokan Tandan Buah Segar (TBS) serta meningkatkan pengelolaan Minyak kelapa Sawit (CPO) yang akhirnya diproses menjadi produk Biodiesel (FAME).
Sementara SMAR tercatat menghijau naik tipis 0,23 persen di level Rp4380 per lembar saham dan DSNG naik 3,39 persen.
Emiten lainnya, Saham sawit milik grup Astra, Astra Agro Lestari Tbk (AALI) ditutup melemah 0,99 persen. Sementara emiten sawit PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) juga turun 0,98 persen.
Emiten milik taipan Salim, Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) turun 1 persen. Saham emiten sawit milik Sungai Budi Group Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) bergerak sideways.
Saham emiten sawit lainnya, Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) ditutup sideways. Sementara Ada juga Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) turun hingga 1,89 persen.
Satu lagi saham sawit yang akan melakukan penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering/IPO) yakni PT Pulau Subur Tbk (PTPS).
Melansir prospektus perusahaan, PTSP akan dengan melepas saham sebanyak-banyaknya 450.000.000 saham baru dengan nilai nominal Rp 20 per saham atau setara dengan 20,76 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh.
Harga IPO yang ditawarkan PTSP ini Rp 198-Rp 206 per saham dan mengincar dana segar Rp92,7 miliar.
Harga minyak sawit diperkirakan akan terus meningkat hingga 2024 akibat fenomena El Nino yang menghambat produksi di Indonesia.
Sebagaimana dilansir Reuters (28/9/2023), menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada Kamis (27/9), pola cuaca El Nino berpotensi mengurangi produksi di negara produsen utama Indonesia, sehingga harga minyak sawit mentah (CPO) diperkirakan akan naik setidaknya 11 persen dibandingkan tahun ini.
Harga rata-rata CPO di 2024, meliputi biaya, asuransi, dan pengangkutan (CIF Rotterdam) dapat meningkat menjadi USD1.000 per metrik ton dari sekitar USD900 pada tahun ini atau senilai Rp13,8 juta menjadi Rp15,4 juta per metrik ton (kurs Rp15.400 per dolar).
Produksi CPO Indonesia tahun ini meningkat sekitar 1 juta ton dari 46,7 juta ton di tahun lalu. Namun produksi diperkirakan akan menurun pada 2024 karena pola cuaca El Nino yang kuat.
Perlu diketahui, El Nino adalah pemanasan perairan Pasifik yang biasanya menyebabkan kondisi lebih kering di Asia, sehingga membatasi hasil beberapa tanaman seperti kelapa sawit, beras, dan gandum.
Meskipun El Nino mengurangi curah hujan di Indonesia, dampaknya tidak terlalu terasa di negara tetangga, Malaysia. Menurut data resmi Malaysia sebagai produsen terbesar kedua di dunia, memperkirakan peningkatan produksi pada tahun depan.
“Fenomena El Nino memengaruhi permintaan minyak nabati dunia, salah satunya CPO karena produksinya atau suplainya turun di tingkat global dan kemudian mendongkrak harga komoditas tersebut di pasaran,” ujar Analis Riset Mirae Asset, Rizkia Darmawan dalam Media Day: September 2023, Selasa (12/9/2023).
Menurut Mirae, harga CPO yang lebih murah dibanding harga minyak nabati lainnya seperti minyak rapa (rapeseed), minyak kacang kedelai, dan minyak biji matahari juga berpotensi membuat harga CPO menguat.
Sebagian besar emiten CPO, menurutnya akan menerima dampak positif dari kenaikan harga komoditas tersebut. (ADF)