Krisis Energi Usai, Harga Gas Alam Eropa Tumbang 66 Persen selama 2023
Harga gas alam Eropa terus menunjukkan tren penurunan dalam beberapa waktu terakhir pasca benua Biru tersebut mengalami krisis energi pada 2022 lalu.
IDXChannel - Harga gas alam Eropa terus menunjukkan tren penurunan dalam beberapa waktu terakhir pasca benua Biru tersebut mengalami krisis energi pada 2022 lalu.
Dilaporkan Bloomberg, harga gas alam Eropa turun pada perdagangan Jumat (26/5/2023) menandai kerugian mingguan terpanjang sejak 2007. Lemahnya permintaan disebut menjadi biang kerok saat ekonomi benua Biru menunjukkan sedikit tanda pemulihan yang berarti.
Berdasarkan data Trading Economics, gas alam berjangka di Eropa memperpanjang kerugian mendekati €26 per megawatt jam, level terendah baru sejak Juni 2021.
Kondisi ini membawa penurunan tahun ini menjadi 66%, di tengah pasokan LNG yang melimpah, pengurangan konsumsi, kondisi cuaca ringan, pembangkit listrik terbarukan yang lebih kuat dan melemahnya permintaan dari Asia. (Lihat grafik di bawah ini.)
Penurunan dramatis ini terjadi juga disebabkan karena sektor industri masih berjuang untuk meningkatkan produksi di tengah inflasi yang terus-menerus dan latar belakang ekonomi banyak negara Eropa yang suram.
Bahkan penggerak sektor manufaktur utama mereka, Jerman, telah resmi masuk ke dalam resesi pada kuartal pertama tahun ini.
Data ekonomi Jerman yang dirilis Kamis pagi (25/5/2023) menunjukkan bahwa output kuartal pertama Jerman menyusut 0,3% dari tiga bulan sebelumnya, menyusul penurunan sebesar 0,5% antara Oktober dan Desember tahun lalu.
Sayangnya, penurunan harga tidak serta merta membuat konsumen rumah tangga Eropa dapat mengharapkan tagihan energi yang lebih rendah.
“Harga ini seharusnya tercermin dalam harga konsumen, tetapi dalam banyak situasi, akan ada jeda antara pergerakan harga grosir dan harga yang diteruskan ke konsumen,” kata Sarah Brown, pimpinan lembaga think tank Ember di Eropa.
Di sebagian besar negara, harga energi ditetapkan untuk jangka waktu tertentu, artinya harga bergerak mengikuti harga pasar, namun tidak secara langsung.
Ben McWilliams, peneliti di lembaga think tank Bruegel mencontohkan Inggris, di mana pemerintah negeri Raja Charles III tersebut menetapkan batas harga energi.
“Dulu ditetapkan setiap enam bulan, tetapi sekarang setiap tiga bulan. Jadi, sementara pemerintah melacak harga, batas harga tidak akan langsung mengalami penurunan,” jelas McWilliams dikutip Power Technology, Rabu (24/5/2023).
Pada saat yang sama, skema pemerintah untuk menurunkan tagihan energi konsumen perlu dihapus di beberapa titik.
Sejak awal krisis energi, pemerintah di seluruh Eropa telah menghabiskan lebih dari €700 miliar untuk memberi subsidi konsumen dari kenaikan biaya energi, berdasarkan data Bruegel.
Jadi, meski harga gas Eropa turun tagihan rumah tangga tidak banyak berubah jika pemerintah menarik skema dukungan mereka.
“Pemerintah masih akan berhati-hati dalam menurunkan harga terlalu cepat karena kita tidak benar-benar tahu seperti apa musim dingin mendatang,” tambah McWilliams.
Pada akhir musim panas lalu, pemerintah Eropa berusaha mengisi penyimpanan gas, yang menyebabkan kenaikan harga di bulan Agustus.
Selama musim dingin, harga tetap tinggi karena ketidakpastian dengan asumsi meningkatnya permintaan atau potensi gangguan pasokan.
Namun, karena musim dingin yang relatif ringan dan permintaan yang rendah, konsumsi gas tidak terlalu banyak dan persediaan di lokasi penyimpanan masih cukup banyak hingga akhir musim.
Per 8 Mei 2023, penyimpanan gas Eropa terisi hingga 62%, dibandingkan dengan 37% tahun sebelumnya secara year to date (YtD). (ADF)