OPEC+ Sepakat Kurangi Produksi Minyak Dunia Dalam Jumlah Kecil
kelompok OPEC+ tersebut bakal mengurangi produksinya sebesar 100.000 barel per hari (bph), atau setara dengan 0,1 persen dari total permintaan minyak global.
IDXChannel - Negara-negara penghasil dan pengekspor minyak mentah dunia yang tergabung dalam Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) berikut sekutunya, termasuk Rusia, sepakat memangkas produksi minyak dalam jumlah kecil.
Dalam kesepakatannya, kelompok OPEC+ tersebut bakal mengurangi produksinya sebesar 100.000 barel per hari (bph), atau setara dengan 0,1 persen dari total permintaan minyak global saat ini.
Selain itu, Arab Saudi selaku pemimpin OPEC+ juga diberikan kuasa untuk sewaktu-waktu mengadakan pertemuan luar biasa bila dirasa perlu, terkait dengan perkembangan volatilitas harga terkini. Dengan kesepakatan ini, OPEC+ dinilai tengah berupaya mempertahankan status quonya di tengah fluktuasi liar harga minyak di pasar dunia.
“OPEC+ mewaspadai volatilitas harga berlarut-larut yang diakibatkan oleh sentimen makro yang lemah, likuiditas yang tipis dan penguncian China yang baru, serta ketidakpastian atas potensi kesepakatan AS-Iran serta upaya untuk menciptakan batas harga minyak Rusia," ujar perwakilan dari Energy Aspects, Matthew Holland, sebagaimana dilansir, US News, Selasa (6/9/2022).
Produsen utama OPEC+, Arab Saudi, bulan lalu memang telah mengisyaratkan adanya peluang pengurangan produksi guna mengatasi apa yang dilihatnya sebagai pergerakan harga minyak yang berlebihan.
Benchmark minyak mentah Brent telah turun menjadi sekitar US$95 per barel, dari semula US$120 pada Juni, di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi dan resesi di Barat.
Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak, menyatakan bahwa pengurangan produksi minyak tak ubahnya cerminan dari ekspektasi pertumbuhan ekonomi global yang lebih lemah dari prediksi sebelumnya.
Harga minyak juga terseret oleh potensi dorongan pasokan dari minyak mentah Iran yang kembali ke pasar, jika Teheran mampu menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 dengan kekuatan global.
"Sudut politik, tampaknya, adalah pesan Saudi kepada AS tentang kebangkitan perjanjian nuklir Iran. Sulit untuk menafsirkan keputusan itu sebagai sesuatu selain yang mendukung harga," ujar pialang minyak PVM, Tamas Varga, dalam laporan tersebut.
Iran diperkirakan akan menambah pasokan sebanyak satu juta barel per hari, atau sekitar satu persen dari permintaan global, jika sanksi dilonggarkan, meskipun prospek kesepakatan nuklir tampak kurang jelas pada Jumat.
Sementara pihak Gedung Putih mengatakan pada Senin bahwa Presiden AS Joe Biden berkomitmen untuk mengambil semua langkah yang diperlukan guna menopang pasokan energi dan menurunkan harga.
“Pemotongan itu menunjukkan bahwa ada keinginan untuk mempertahankan harga minyak agar tetap di atas level 90 dolar AS per barel," ujar perwakilan dari UBS, Giovanni Staunovo.
Sedangkan, Raad AlKadiri dari Eurasia Group mengatakan bahwa langkah pemangkasan ini merupakan sinyal dari OPEC+ bahwa mereka tidak mau begitu saja menerima pergerakan harga di pasar tanpa adanya intervensi tertentu.
Namun, sinyal dari pasar fisik menunjukkan pasokan tetap ketat dan banyak negara OPEC+ memproduksi di bawah target sementara sanksi baru Barat mengancam ekspor Rusia.
Rusia telah mengatakan akan berhenti memasok minyak ke negara-negara yang mendukung gagasan pembatasan harga pasokan energi Rusia atas konflik militernya di Ukraina.
Pengiriman gas Rusia ke Eropa, sementara itu, telah dihentikan lebih lanjut, yang kemungkinan akan memicu lebih banyak lonjakan harga.
"Pengurangan produksi tidak akan membuat mereka berteman pada saat dunia menghadapi krisis biaya hidup," ujar analis Oanda, Craig Erlam, dalam laporan yang sama. (TSA)
Penulis: Nur Pahdilah