Puncak Gunung Es Skandal Indofarma (INAF): Temuan Fraud BPK, Saham hingga Keuangan Jeblok
Indikasi kerugian negara di BUMN farmasi ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada PT Indofarma Tbk (INAF).
IDXChannel - Indikasi kerugian negara di BUMN farmasi ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada PT Indofarma Tbk (INAF). Hal ini disampaikan dalam Rapat Paripurna Istimewa DPR, di Jakarta, Selasa (4/6/2024).
INAF dan anak perusahaanya PT Indofarma Global Medika disebut BPK terlibat dalam sejumlah aktivitas berindikasi kecurangan (fraud), sehingga berpotensi membuat negara rugi ratusan miliar.
Menurut catatan BPK, potensi kerugian Rp146,57 miliar dari pengadaan alat kesehatan (alkes) yang dilakukan PT Indofarma Tbk (INAF) dan anak usahanya PT Indofarma Global Medika (IGM).
Selain INAF, ada juga indikasi kerugian negara pada BUMN lainnya, yakni PT Pelabuhan Indonesia (Persero) alias Pelindo, PT Pupuk Kalimantan Timur.
Rentetan Masalah INAF, Saham hingga Keuangan Minus
Serangkaian indikasi fraud yang dilakukan INAF membuat emiten pelat merah ini terus mendapat sorotan publik.
Saham INAF juga diketahui telah masuk papan pemantauan khusus sejak Agustus 2023. Ini karena perseroan mencatatkan ekuitas negatif pada kinerja keuangan kuartal II-2023.
BEI juga memberikan notasi khusus 'E' terhadap perusahaan BUMN farmasi itu sebagai penanda bagi investor sebelum mengambil keputusan investasi. Kebijakan ini efektif pada Jumat 4 Agustus 2023 lalu.
Perseroan juga dilaporkan belum membayar gaji karyawannya untuk periode Maret 2024. Ini dikarenakan perusahaan belum mempunyai kecukupan dana operasional untuk memenuhi kewajiban pembayaran gaji karyawan.
Saham INAF juga sudah ambles 65,86 persen sepanjang tahun ini (year to date/YTD). Saham INAF kini berharga Rp198 per saham.
Padahal, di awal 2021, saham INAF sempat di harga Rp6.900-an per saham. Tepatnya di harga Rp6.975 per saham pada penutupan perdagangan 12 Januari 2021.
Sejak saat itu, saham INAF terus merosot hingga saat ini. Jika dilihat penurunannya, saham INAF sudah terjun bebas 97,16 persen dari level Rp6.975 ke level saat ini. (Lihat grafik di bawah ini.)
Jika dirunut, saham farmasi termasuk INAF, meroket di era 2020-2021 sempat terbang tinggi bersama dengan sejumlah emiten farmasi lain seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan lainnya karena sentimen vaksin Covid-19 yang kala itu baru masuk ke Indonesia.
Namun, sentimen itu tidak tercermin dalam kinerja keuangan perseroan. Artinya, kenaikan saham yang jor-joran pada periode tersebut merupakan spekulasi investor belaka tanpa berkaca pada fundamental perusahaan.
Sejak 2021, INAF telah mencatatkan rugi bersih tahun berjalan yang signifikan. Di tahun tersebut, rugi bersih mencapai Rp37,57 miliar.
Di tahun berikutnya, perseroan mencatatkan rugi bersih mencapai Rp428,46 miliar. Hingga pada laporan keuangan terakhir di bulan Juni 2023, rugi bersih INAF tercatat Rp120,35 miliar. (Lihat tabel di bawah ini.)
Alarm Genting BUMN Farmasi
Dalam laporan terbaru BPK, fraud yang dilakukan INAF ditelusuri dari pemeriksaan atas pendapatan, biaya, dan investasi BUMN dan badan lainnya.
Dalam investigasinya, BPK menemukan antara lain PT Indofarma Tbk dan PT IGM selaku anak perusahaan Indofarma melakukan pengadaan alat kesehatan tanpa studi kelayakan dan penjualan tanpa analisa kemampuan keuangan customer.
Kondisi ini mengakibatkan potensi kerugian Rp146,57 miliar, yang terdiri atas piutang macet Rp122,93 miliar dan persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp23,64 miliar.
Sejumlah pengadaan serta penjualan alat kesehatan tersebut di antaranya teleCTG, masker, PCR, rapid test, dan isolation transportation.
Sebelumnya, BPK telah melaporkan emiten farmasi pelat merah itu kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dalam dugaan kasus fraud. Laporan ini berdasarkan hasil pemeriksaan investigatif terkait Pengelolaan Keuangan Indofarma, anak perusahaan, dan instansi terkait pada 2020 hingga 2023.
Selain itu, BPK menemukan adanya penggadaian deposito kepada PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) untuk kepentingan pihak lain.
INAF juga melakukan pinjaman online dan menggunakan dana restitusi pajak untuk kepentingan di luar perusahaan.
“Perseroan juga menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan, melakukan windows dressing laporan keuangan, dan membayar asuransi purnajabatan dengan jumlah melebihi ketentuan,” tulis BPK dalam laporannya
Selain itu, permasalahan tersebut juga mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp278,42 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG.
Informasi tambahan, BPK juga menyerahkan Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2023 yang memuat ringkasan dari 651 laporan hasil pemeriksaan (LHP), yang terdiri atas 1 LHP Keuangan, 288 LHP Kinerja, dan 362 LHP Dengan Tujuan Tertentu (DTT).
"Dari tindak lanjut tersebut, BPK telah melakukan penyelamatan uang dan aset negara berupa penyerahan aset dan atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan atas hasil pemeriksaan tahun 2005 hingga 2023 senilai Rp136,88 triliun," ujat Ketua BPK Isma Yatun dalam pidatonya pada Rapat Paripurna Istimewa DPR, di Jakarta, Selasa (4/6). (ADF)