Sejarah Saham SRIL, Emiten yang Tengah Disuspensi BEI
SRIL telah melantai di bursa selama 9 tahun dan saat ini nyaris delisting lantaran gagal bayar utang.
IDXChannel—Sejarah saham SRIL sangat menarik untuk diulas. Emiten milik PT Sri Rejeki Isman Tbk ini tengah disuspensi lantaran gagal bayar utang. Berawal pada 2020, perusahaan mencatatkan utang bank jangka pendek sebanyak US$277,5 juta, melonjak drastis dari utang setahun sebelumnya yang hanya US$67,6 juta.
Pada tahun yang sama, PT Sri Rejeki Isman Tbk, atau lebih dikenal sebagai Sritex, juga melaporkan utang bank jangka menengah dan panjang, yakni masing-masing US$25 juta dan US$6,2 juta.
SRIL pertama kali diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia pada 17 Juni 2013, dengan proporsi kepemilikan saham terbesar pada PT Huddleston Indonesia sebesar 59% dan 40% lainnya dipegang oleh masyarakat.
PT Sri Rejeki Isman Tbk didirikan pada 22 Mei 1978 dan mulai beroperasi pada tahun yang sama. Lokasi perusahaan berada di Sukoharjo, Solo. Sritex bergerak di bidang tekstil, produk yang dihasilkan tak lain adalah benang, kain mentah, kain jadi, dan pakaian jadi.
Adapun jenis kegiatan usaha yang dilakukan Sritex di bidang tekstil adalah pemintalan, pencetakan, pencelupan, penyempurnaan tekstil dan pakaian jadi.
Sepanjang perjalanan operasionalnya, PT Sri Rejeki Isman beberapa mengakuisisi perusahaan lain. Sritex melakukan akusisi pertama kali pada 2013, menggaet PT Sinar Pantja Djaja yang bergerak di bidang pemintalan benang.
Pada 2018, Sritex mengakuisi PT Primayudha Mandiri Jaya dengan kepemilikan saham sebesar 82%, sisa saham kemudian diakuisi kembali melalui PT Sinar Pantja Djaja. Pada tahun yang sama, perusahaan juga mengakuisisi PT Britatex Industries dengan persentase kepemilikan saham 82%, dan lagi-lagi, PT Sinar Pantja Djaja mengakuisi sisanya.
Kedua perusahaan terakhir yang diakuisi bergerak di bidang pemintalan. Namun selain melakukan akuisisi, Sritex juga mendirikan Golden Legacy Pte Ltd dan Golden Mountain Textile and Trading Pte Ltd. Kedua perusahaan bergerak di bidang investasi dan perdagangan grosir.
Sejarah Saham SRIL yang Naik Turun Hingga Nyaris Delisting
Saat pertama kali melantai di bursa, Sritex menawarkan sahamnya kepada masyarakat sebanyak Rp5,6 miliar dengan penawaran seharga Rp240/saham. Saat itu saham pendiri mencapai Rp12,9 miliar.
Penjualan saham SRIL cenderung naik turun selama diperdagangkan di bursa. Namun, SRIL pernah mencapai puncak penjualan tertinggi pada Maret 2017 dengan harga saham ditutup pada Rp496.
Pada 18 Mei 2021, BEI melakukan suspensi atas SRIL selama setahun. Karena gagal bayar utang bank jangka pendek, Sritex akhirnya menghadapi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di tiga jurisdiksi; Indonesia, Singapura, dan Amerika Serikat. Akibat PKPU tersebut, Sritex tidak bisa membayar utang kecuali melunasi semuanya.
Namun pada perkembangan terakhir, PKPU yang dihadapi Sritex berakhir ketika perusahaan menerima salinan surat putusan dari Mahkamah Agung yang berisi pencabutan permohonan dan penolakan permohonan kasasi dari kreditor Sritex.
Perusahaan kini telah rampung mengumpulkan kebutuhan administrasi untuk proses pencabutan suspensi SRIL.
Tercatat hingga September 2021, Sritex masih memiliki utang bank jangka pendek sebesar US$601 juta, utang jangka menengah US$25 juta, dan utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam setahun mencapai US$382 juta.
Demikianlah sejarah saham SRIL berikut sepak terjang emiten selama melantai di bursa sejak 2013. (NKK)