Separuh Saham ‘Anak Baru’ Nyungsep di Bawah Harga IPO, Kenapa?
Hampir separuh dari emiten yang baru melenggang ini malah mencatatkan kinerja saham negatif sejak IPO.
IDXChannel – Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, sebanyak 26 perusahaan melakukan Initial Public Offering (IPO) sepanjang tahun 2022.
Meski berhasil melantai di bursa, hampir separuh dari emiten yang baru melenggang ini malah mencatatkan kinerja saham negatif sejak IPO, bahkan ada yang anjlok hingga minus 50 persen menyentuh level gocap.
Adapun Tim Riset IDX Channel, berdasarkan data BEI, menemukan sebanyak 12 dari 26 emiten yang melakukan IPO di tahun ini mencatatkan harga saham yang anjlok di bawah harga penawaran perdananya.
Dari 12 emiten tersebut, ada empat emiten yang harga sahamnya ambruk di level gocap atau Rp50/saham. Emiten tersebut adalah PT Mitra Angkasa Sejahtera Tbk(BAUT), PT Nusatama Berkah Tbk (NTBK), PT Nanotech Indonesia Global Tbk (NANO), dan PT Winner Nusantara Tbk (WINR).
BAUT, perusahaan yang bergerak di bidang bahan konstruksi, menjadi emiten dengan kinerja saham terburuk dibanding emiten lain yang baru manggung di bursa.
Emiten yang baru melantai pada 28 Januari 2022 lalu memiliki harga IPO sebesar Rp100/saham. Akan tetapi, pada perdagangan Senin (18/7), harga sahamnya anjlok 50 persen sejak IPO menjadi Rp50/saham.
Per Senin (18/7), BEI mencatat, kapitalisasi pasar BAUT mencapai Rp240 miliar. Meski demikian, merosotnya harga saham BAUT terjadi di tengah kinerja keuangan yang solid pada triwulan pertama tahun ini.
Menurut laporan keuangannya, pendapatan bersih BAUT tumbuh sebesar 46,62 persen di periode ini menjadi Rp45,30 miliar. Bahkan, laba bersih emiten ini melesat hingga 330,91 persen secara year on year (yoy).
Melesatnya laba bersih emiten secara signifikan didukung oleh meningkatnya pendapatan perusahaan seiring pulihnya perekonomian pasca Covid-19 yang turut meningkatkan permintaan produk-produk perusahaan.
Sama seperti BAUT, NTBK juga mencatatkan kinerja saham yang ambruk hingga minus 50 persen sejak pertama kali melantai dibursa. Adapun harga IPO emiten ini sebesar Rp100/saham, namun terus turun hingga level Rp50/saham di perdagangan Senin (18/7).
NTBK merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri berat siap pasang dari baja bangunan, perdagangan besar maupun eceran mobil baru, suku cadang, hingga industri tangki dan mesin penambangan serta konstruksi.
Perusahaan yang berada di level gocap lainnya yaitu PT Nanotech Indonesia Global Tbk atau NANO. Per Selasa (12/7), harga saham NANO turun minus 48 persen menjadi Rp52/saham. Adapun harga IPO emiten ini dibuka pada Rp100/saham.
NANO merupakan perusahaan ke-10 yang tercatat di BEI pada tahun 2022. Adapun perusahaan yang berdiri sejak 2019 ini bergerak di bidang penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi rekayasa lainnya serta aktivitas konsultasi manajemen.
Terakhir, perusahaan yang sahamnya ambruk di level gocap setelah IPO yaitu PT Winner Nusantara Tbk (WINR). Sama seperti ketiga emiten lain, saham emiten ini anjlok minus 48 persen sejak pertama melantai di level gocap atau Rp52/saham.
ADCP hingga ASLC Cs, Deretan Saham di Bawah Harga IPO
Menyusul keempat emiten yang sahamnya ambruk di level gocap, saham PT Sumber Mas Konstruksi Tbk (SMKM) mencatatkan harga saham yang terkontraksi minus 45,45 persen sejak IPO.
Adapun harga IPO emiten yang bergerak di bidang konstruksi bangunan ini mencapai Rp264/saham. Namun demikian, harga sahamnya per Senin (18/7) turun menjadi Rp144/saham.
Selain itu, terdapat tiga emiten lain yang harga sahamnya anjlok di atas 30 persen sejak IPO. Emiten tersebut adalah PT Adhi Commuter Properti Tbk (ADCP), PT Autopedia Sukses Lestari Tbk (ASLC), dan PT Sigma Energy Compressindo Tbk (SICO).
Anak usaha Adhi Karya, yaitu ADCP resmi melenggang di bursa pada dengan harga penawaran Rp130/saham. Akan tetapi, sahamnya rontok hingga minus 43,08 persen dibanding harga IPOnya.
Berdasarkan data BEI per Senin (18/7), harga saham ADCP merosot menjadi Rp74/saham. Padahal, kinerja keuangan emiten yang bergerak di bidang properti ini tumbuh signifikan sepanjang triwulan I-2022.
Dilansir dari laporan keuangannya, pendapatan bersih ADCP tumbuh 77,41 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp187,34 miliar. Sementara laba bersihnya mencapai Rp17,41 miliar atau melesat 184,64 persen secara yoy.
Dua emiten IPO lain yang sahamnya anjlok di atas 30 persen yaitu ASLC (minus 42,58 persen) dan SICO (minus 36,09 persen). Baik ASLC maupun SICO, harga sahamnya turun menjadi masing-masing Rp147/saham pada perdagangan Senin (18/7).
Selain itu, emiten lainnya yang baru IPO namun harga sahamnya di bawah harga penawaran yaitu PT Saraswanti Indoland Development Tbk (SWID), PT Chemstar Indonesia Tbk (CHEM), dan PT Oscar Mitra Sukses Sejahtera Tbk (OLIV).
SWID, emiten yang bergerak di bidang properti dan perumahan, sahamnya merosot hingga minus 29,50 persen menjadi Rp141/saham. Sementara harga saham CHEM juga turun minus 19,33 persen menjadi Rp121/saham.
Emiten yang bergerak di bidang perdagangan bahan kimia untuk industri tekstil ini melenggang di bursa pada 8 Juli 2022 lalu denganharga penawaran sebesar Rp150/saham.
Adapun, OLIV, harga sahamnya terkontraksi minus 10 persen sejak melantai di bursa pertama kali. BEI mencatat, harga saham emiten peralatan rumah tangga ini pada Senin (18/7) merosot menjadi Rp90/saham.
Terakhir yaitu PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk atau GOTO ikut meramaikan emiten IPO yang harga sahamnya anjlok setelah melenggang di bursa. Terkontraksi hingga minus 11,83 persen semenjak pertama kali IPO, saham emiten teknologi ini merosot menjadi Rp298/saham pada Senin (18/7). (ADF)
Penulis: Melati Kristina
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.