Buruh Bakal Demo Besar-Besaran di Depan Istana Tuntut PP Tapera Dicabut
Buruh berencana melaksanakan demonstrasi besar-besaran untuk meminta pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) 21 Tahun 2024 tentang Tapera.
IDXChannel - Para pekerja atau buruh berencana melaksanakan demonstrasi besar-besaran untuk meminta pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Aksi tersebut rencananya digelar pada 6 Juni mendatang di depan Istana Negara, Jakarta.
"Partai Buruh dan KSPI akan mempersiapkan aksi besar yang akan diikuti ribuan buruh pada hari Kamis tanggal 6 Juni di Istana Negara, Jakarta, dengan tuntutan untuk mencabut PP No. 2124 tentang Tapera dan merevisi UU Tapera," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam keterangan resminya, Minggu (2/6/2024).
Lebih lanjut, Said Iqbal menjelaskan setidaknya ada 6 alasan utama untuk menolak adanya iuran Tapera yang dibebankan kepada para pekerja tersebut.
Pertama, potongan iuran sebesar 3% (tiga persen) dari upah buruh, dalam sepuluh hingga dua puluh tahun kepesertaannya, buruh tidak akan bisa membeli rumah. Bahkan hanya untuk uang muka saja tidak akan mencukupi
Kedua, pemerintah akan lepas tanggung jawab karena dinilai ketidakadaan kontribusi APBN dalam program tersebut, semuanya justru dilepas kepada para pekerja yang membayar iuran.
Ketiga, program ini dianggap akan membebani biaya hidup para buruh. Sebab menurutnya hingga saat ini daya beli buruh yang turun 30% (tiga puluh) persen dan upah minimum yang sangat rendah akibat UU Cipta Kerja. Sedangkan potongan iuran Tapera sebesar 2,5 (dua koma lima persen) yang harus dibayar buruh akan menambah beban dalam membiayai kebutuhan hidup sehari-hari.
Keempat, program ini cukup rawan untuk potensi terjadinya korupsi. Karena saat ini hanya ada sistem jaminan sosial (social security) atau bantuan sosial (social assistance).
Jika jaminan sosial, maka dananya berasal dari iuran peserta atau pajak atau gabungan keduanya dengan penyelenggara yang independen, bukan pemerintah. Sedangkan bantuan sosial dananya berasal dari APBN dan APBD dengan penyelenggaranya adalah pemerintah.
Model Tapera bukanlah keduanya, karena dananya dari iuran masyarakat dan pemerintah tidak ikut iuran, tetapi penyelenggaranya pemerintah.
Kelima, iuran Tapera terkesan memaksa. Jika konsep Tapera adalah tabungan, harusnya bersifat sukarela, bukan memaksa.
Belum lagi menurutnya Tapera merupakan tabungan sosial, tidak boleh ada subsidi penggunaan dana antar peserta, seperti halnya tabungan sosial di program Jaminan Hari Tua (JHT), BPJS Ketenagakerjaan.
Keenam, program ini dianggap Said Iqbal masih belum jelas karena memang belum siapnya regulasi pendukung yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri terkait.
Sebab, menurutnya cukup riskan program tersebut jika diimplementasikan kepada para pekerja di sektor swasta. Karena hingga saat ini pun masih banyak para pekerja yang masih berstatus kontrak, outsourcing, sehingga bisa diputus pekerjaannya sewaktu-waktu oleh perusahaan.
(FRI)