Divonis Bersalah dalam Kasus Korupsi Asabri, Benny Tjokro Malah Tak Dihukum
Benny Tjokro dinyatakan bersalah dalam tindak pidana korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri (Persero) tahun 2012-2019.
IDXChannel - Benny Tjokrosaputro alias Benny Tjokro dinyatakan bersalah dalam tindak pidana korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri (Persero) tahun 2012-2019.
Hanya saja, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tak memberikan hukuman terhadap Komisaris PT Hanson International Tbk itu. Dasarnya, Benny Tjokro telah mendapat pidana hukuman pidana penjara maksimal seumur hidup dari perkara korupsi Jiwasraya.
"Karena terdakwa sudah dijatuhi pidana seumur hidup dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya, maka pidana yang dijatuhkan dalam perkara a quo adalah pidana nihil," kata Ketua Majelis Hakim IG Eko Purwanto saat bacakan surat putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2023).
Hakim Eko juga menyatakan, majelis hakim tak sependapat dengan tuntutan JPU yang meminta Benny Tjokro divonis hukuman mati. Dasarnya, tuntutan itu dianggap telah melanggar asas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan.
"Kedua Penuntut umum tidak bisa membuktikan kondisi-kondisi tertentu. Ketiga Perbuatan tindak pidana oleh terdakwa terjadi pada saat negara dalam situasi aman," tutur Hakim Eko.
"Terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi secara pengulangan. Menurut hakim, perkara Jiwasraya dan Asabri terjadi secara berbarengan," imbuhnya.
Sebagai informasi, Komisaris PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro (Bentjok) dituntut hukuman mati karena diyakini terbukti melakukan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri (Persero) tahun 2012-2019 yang merugikan keuangan negara hingga Rp22,7 triliun.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan pertimbangan yang memberatkan maupun meringankan saat melayangkan tuntutan pidana mati terhadap Benny Tjokro. Pertimbangan yang memberatkan yakni, terdakwa Bentjok dinilai tidak menunjukkan rasa bersalah atas perbuatannya.
Selain itu, jaksa juga menilai perbuatan Bentjok termasuk dalam kejahatan luar biasa atau extra ordinary crimes. Di mana, menurut jaksa, kejahatannya itu dibalut dengan modus bisnis investasi melalui bursa pasar modal.
Kemudian, perbuatan Bentjok juga dinilai mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kegiatan investasi di bidang asuransi dan pasar modal. Dan yang lebih parahnya, perbuatan Bentjok bersama terdakwa lainnya diyakini telah merugikan keuangan negara Rp22,7 triliun.
Jaksa juga menilai Benny Tjokro merupakan terpidana seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya Persero. Di mana, kasus tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp16,87 triliun.
Sementara itu, menurut jaksa, meskipun di persidangan terungkap hal yang meringankan, namun tidak sebanding dengan kerugian negara yang disebabkan perbuatan Benny Tjokro. Oleh karenanya, jaksa mengesampingkan pertimbangan yang meringankan untuk Bentjok.
Selain pidana mati, Bentjok juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5.733.250.247.731 (Rp5,7 triliun). Uang pengganti tersebut wajib dibayar paling lama satu bulan setelah putusan inkrah.
Jika Bentjok tidak dapat membayar uang pengganti dalam jangka waktu satu bulan, jaksa meminta agar harta bendanya disita dan dilelang untuk negara.
Dalam perkara ini, Bentjok bersama sejumlah terdakwa lainnya diyakini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp22,7 triliun. Kerugian negara tersebut berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan dana investasi di tubuh PT Asabri.
Jaksa menyebut Benny Tjokro terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
(DES)