Dua Perusahaan Farmasi Ini Ketahuan Ubah Bahan Baku Tidak Sesuai Aturan BPOM
BPOM menemukan ada dua perusahaan farmasi diduga melakukan perubahan bahan baku yang tidak sesuai ketentuan.
IDXChannel - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan ada dua perusahaan farmasi diduga melakukan perubahan bahan baku propilen glicol dan sumber pemasoknya yang tidak sesuai ketentuan.
“Dan kami juga menemukan bukti industri farmasi telah melakukan perubahan bahan baku propelin glycol dan sumber pemasoknya, tanpa melalui proses kualifikasi pemasok dan pengujian bahan baku yang seharusnya dilakukan oleh produsen tersebut sesuai dengan ketentuan standar yang ada dengan Badan POM. Tetap, apabila ada perubahan harus melaporkan perubahan tersebut ke Badan POM” ujar Kepala Badan POM, Penny K. Lukito, dalam dalam konferensi pers (31/10)
Dua Industri farmasi ini yaitu, PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries. Dua Industri Farmasi ini diduga menggunakan pelarut propilen glicol yang mengandung EG dan DEG diatas ambang batas.
Temuan tersebut didasarkan dari operasi bersama yang dilakukan oleh Badan POM dan Bareskrim Polri yang telah dilakukan sejak Senin, (24/10) untuk melihat aspek pidana yang berlaku.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap beberapa sumber, sesuai dengan ketentuan penyidikan kedua industri tersebut didapati adanya bahan baku pelarut propilen glicol produk jadi, serta bahan pengemas yang diduga terkait dengan kegiatan produk sirup obat mengandung EG dan DEG yang melebihi ambang batas.” Ujar Kepala BPOM, Penny K Lukito dalam konferensi pers bersama Bareskrim Polri (31/10) siang.
Adapun produk yang disita oleh Badan POM dari PT Universal Pharmaceutical Industrie berupa Unibebi demam sirup, Unibebi demam drops, dan Unibebi cough sirup, serta propilen glycol Dow Chemical Thailand.
Menurut Penny, kedua Industri ini memperdagangkan barang yang tak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar perundang-undangan sesuai dengan pasal 62 Ayat 1dan UU RI no.8 tentang perlindungan konsumen.
“Yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana paling banyak Rp2 miliar,” tutur Penny.
Pihaknya telah memberikan sanksi administrasi berupa penghentian produksi, penghentian distribusi, penarikan kembali produk, dan pemusnahan. Berdasarkan rangkaian pemeriksaan tersebut kedua perusahaan ini diduga telah terjadi tindak pidana yang selanjutnya ditangani oleh Bareskrim Polri. (RRD)