News

Kasus Korupsi Waskita Karya (WSKT) Sudah Terendus Sejak 2016, Simak Tiga Faktanya

Febrina Ratna 08/05/2023 15:35 WIB

Tindak pidana korupsi di PT Waskita Karya Tbk (WSKT) bukan hal baru. Ternyata kasus korupsi di internal perusahaan sudah terendus sejak 2016.

Kasus Korupsi Waskita Karya (WSKT) Sudah Terendus Sejak 2016, Simak Tiga Faktanya. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, menyebut tindak pidana korupsi di PT Waskita Karya Tbk (WSKT) bukan hal baru. Ternyata kasus korupsi di internal perusahaan sudah terendus sejak 2016.

Kala itu, korupsi terjadi di internal anak usaha Waskita Karya, PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP). Erick pun menyebut kasus tersebut sudah ditangani oleh penegak hukum.

Namun ternyata, kasus korupsi kembali menjerat emiten BUMN Karya tersebut. Tak tanggung-tanggung, Direktur Utama Waskita Karya Destiawan Soewardjono ditetapkan sebagai tersangka.

Untuk memahami modus korupsi di Waskita Karya, simak ulasan tiga fakta dari kasus tersebut:

Penyalahgunaan Penerbitan Obligasi

Kala itu, perkara hukum tindak pidana korupsi di Waskita Beton Precast berkaitan dengan penyalahgunaan penerbitan bond (obligasi).

Praktik korupsi terus terjadi hingga akhirnya menyeret beberapa nama petinggi di Waskita Karya sebagai tersangka, seperti Destiawan Soewardjono (Direktur Utama Waskita Karya), Bambang Rianto (Direktur Operasi II), Haris Gunawan (Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Waskita Karya periode Mei 2018 - Juni 2020), Taufik Hendra Kusuma (Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Waskita Karya periode Juli 2020 - Juli 2022).

Menggunakan Dokumen Pendukung Palsu

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan status tersangka kepada nama-nama tersebut atas keterlibatan mereka dalam tindak pidana korupsi melalui penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan Waskita Karya dan Waskita Beton Precast di beberapa bank. 

Dalam tindak pidana korupsi Waskita Karya, Destiawan Soewardjono Eks Direktur Utama Waskita Karya berperan untuk memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) menggunakan dokumen pendukung palsu.

Untuk Membayar Utang Akibat Proyek Pekerjaan Fiktif

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana mengungkap bahwa pencairan dana SCF tersebut digunakan untuk melakukan pembayaran terhadap utang perusahaan yang timbul akibat pencairan pembayaran proyek-proyek pekerjaan fiktif. 

Sebelumnya, sebanyak 14 proyek fiktif yang diduga telah dikorupsi petinggi Waskita Karya telah diungkap oleh Ketua KPK Agus Rahardjo pada Desember 2018 lalu. Proyek fiktif tersebut di antaranya:

  1. Proyek normalisasi kali Bekasi Hilir, Jawa Barat;
  2. Proyek Banjir Kanal Timur (BKT) paket 22, Jakarta ;
  3. Proyek Bandara Kuala Namu, Sumatera Utara;
  4. Proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat;
  5. Proyek normalisasi kali pesanggarahan paket 1, Jakarta;
  6. Proyek PLTA Genyem, Papua;
  7. Proyek tol Cinere-Jagorawi (Cijago) Seksi 1, Jawa Barat;
  8. Proyek fly over Tubagus Angke, Jakarta;
  9. Proyek fly over Merak-Balaraja, Banten;
  10. Proyek Jalan Layang non tol Antasari-Blok M (Paket Lapangan Mabak), Jakarta;
  11. Proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) Seksi W 1, Jakarta;
  12. Proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali;
  13. Proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali;
  14. Proyek Jembatan AJI Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.

Hingga kuartal III 2022, utang Waskita Karya berdasarkan pembukuan perusahaan telah mencapai Rp82,4 triliun. Besarnya utang Waskita Karya ini, membuat Menteri BUMN Erick Thohir harus memastikan adanya restrukturisasi keuangan dan mendorong perpanjangan tenor (jangka waktu) pengembalian utang di perbankan hingga 8 tahun. 

Kemudian, Erick juga akan melakukan restrukturisasi pendanaan perusahaan dengan skema suntikan dana negara berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) atau Right Issue di Bursa Efek Indonesia (BEI). Serta menjual aset Waskita Karya kepada Indonesia Investment Authority.

Penulis: Rissa Sugiarti

(FRI)

SHARE