News

Kejagung Masih Hitung Kerugian Negara Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Pertamina

Ari Sandita 27/02/2025 10:02 WIB

Kejagung masih menghitung secara menyeluruh soal kerugian negara atas dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina.

Kejagung masih menghitung secara menyeluruh soal kerugian negara atas dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina.

IDXChannel - Kejaksaan Agung (Kejagung) masih menghitung secara menyeluruh soal kerugian negara atas dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero).

"Soal kerugian. Nah, di beberapa media kita sampaikan bahwa yang dihitung sementara, kemarin yang sudah disampaikan di rilis, itu Rp193,7 triliun. Itu tahun 2023," kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, Kamis (27/2/2025).

"Makanya kami sampaikan, secara logika hukum, logika awam, kalau modusnya itu sama, ya berarti kan bisa dihitung, berarti kemungkinan lebih," lanjutnya.

Harli menambahkan, Kejagung akan menggandeng ahli untuk menghitung kerugian yang timbul akibat dugaan kasus korupsi tersebut. Terlebih, terdapat sejumlah komponen yang harus diperhitungkan berkaitan kasus itu.

"Ini perkiraan antara penyidik dengan ahli sementara, Rp193,7 triliun itu ada beberapa komponen. Kemarin sudah disampaikan kan, setidaknya ada lima komponen itu," katanya.

Komponen tersebut, kata dia, mulai dari kompensasi hingga subsidi, lalu apakah komponen tersebut berlangsung di semua tahun atau tahun tertentu saja selama kurun waktu 2018-2023. Hal itu dilakukan agar tak terjadi salah tafsir, khususnya di kalangan masyarakat.

"Soal menghitung kerugian itu nanti kalau bisa di-trace di 2018-2023, ini kan baru kompensasi 2023, aturan kompensasinya nanti mau kita cek. Ada enggak di 2018, 2019, kalau enggak ada berarti kan di 2018 bukan kerugian dong, karena enggak ada," katanya.

"Sama dengan subsidi. Apakah setiap tahun subsidinya ada, apakah besarannya sama, karena itu sangat tergantung dengan besaran atau nilai impor yang dilakukan terhadap minyak itu. Jadi pembebanan kompensasi dan subsidi itu sangat tergantung dengan impor itu," kata Harli.

(Nur Ichsan Yuniarto)

SHARE