News

Sekjen Kemenkominfo Dicecar Kejagung di Kasus Korupsi BTS Kominfo

Irfan Maulana/MPI 24/02/2023 10:51 WIB

Sekjen Kemenkominfo Mira Tayyiba (MT) dimintai keterangan untuk penyidikan lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi BTS Kominfo.

Sekjen Kemenkominfo Dicecar Kejagung di Kasus Korupsi BTS Kominfo. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memanggil tiga orang saksi untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020-2022. Ketiga saksi tersebut terhitung hingga Kamis, (23/2/2023).

Tiga orang tersebut yakni Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Mira Tayyiba (MT), Kepala Divisi Perencanaan Strategis BAKTI Kemenkominfo YWM dan Direktur PT Sahabat Makna VMP.

Mereka dimintai keterangan untuk penyidikan lima orang yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini yakni AAL, GMS, YS, MA, dan IH. 

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020 sampai dengan 2022," ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum pada Kejagung, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (24/2/2023).

Diketahui sebelumnya, dalam kasus ini, Kejagung telah memeriksa Menkominfo Johnny G Plate. Johnny diperiksa bersama lima saksi lainnya yakni Direktur PT Elabram System berinisial K, Direktur Menara Cahaya Telekomunikasi TSBK, Direktur PT Telnusa Intracom DB, dan Direktur Penjualan PT ZTE Indonesia WL.

Untuk informasi, kasus ini terungkap pada November 2022 lalu, nilai anggaran yang diketahui penyidik dalam proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kemenkominfo ini berkisar Rp10 triliun. 

Dugaan tindak pidana korupsi berupa dugaan mark-up maupun pembangunan fiktif yang dilakukan ditaksir merugikan keuangan negara senilai Rp1 triliun lebih.

(YNA)

SHARE