Soroti RUU Penyiaran, Dewan Pers: Ada Larangan Ekslusif Investigasi
Dewan pers menyoroti draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Salah satu poin yang menjadi perhatian yaitu larangan menyiarkan ekslusif investigasi.
IDXChannel - Dewan pers menyoroti draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Salah satu poin yang menjadi perhatian yaitu larangan menyiarkan ekslusif investigasi.
"Ini bahaya, ini adanya larangan mengenai liputan investigasi seperti dalam rancangan undang-undang ini. Itu akan menyebabkan ada campur tangan dari regulator pemerintah dalam hal ini. Kalau seandainya ada pembatasan peliputan -peliputan jurnalistik termasuk di sini adalah larangan investigasi," ujar Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Yadi Hendriana saat dihubungi, Sabtu (11/5/2024).
"Dalam draft rancangan RUU penyiaran ini pasal 56 ayat 2 isinya melarang menayangkan eksklusif penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Apa dasarnya pelarangan ini, pelarangan ini justru akan memberangus pers," tambahnya.
Dia juga memberikan catatan-catatan terkait draft RUU penyiaran tersebut. Dirinya menyoroti peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pers.
"Pasal 25 ayat 1 huruf q yang menyatakan KPI boleh menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran pasal ini tentu akan bertentangan dengan undang-undang pers nomor 40 tahun 1999," ujarnya.
Menurut dia, sengketa pers diselesaikan oleh Dewan Pers sesuai dengan undang-undang nomor 40 tahun 1999 Pasal 15 mengenai fungsi-fungsi Dewan Pers. Salah satunya yaitu memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
"Memang dewan pers ini satu-satunya lembaga yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk menyelesaikan sengketa pers," tegasnya.
Yadi menilai kewenangan KPI untuk menyelesaikan sengketa pers akan memberangus kebebasan pers. Menurutnya KPI tidak menjadi bagian dari rezim etik, sedangkan Dewan Pers menjadi bagian rezim tersebut.
Dia menegaskan pers telah diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999. Dalam aturan tersebut telah diatur panduan kode etik jurnalistik yang sudah disahkan oleh dewan pers dan masyarakat pers seluruh Indonesia.
"Ini mungkin kami berharap para pembuat rancangan undang-undang ini mengkomunikasikan ini dengan masyarakat pers bahwa ini ada irisan yang harus segera dibereskan," imbuhnya.
Dia juga meminta kepada pemerintah untuk mengajak dan berdiskusi terkait perancangan draft RUU penyiaran tersebut. Menurutnya, jika tidak ada diskusi, maka RUU penyiaran tersebut dapat menjadi bumerang dan membungkam kebebasan pers.
"Ini harus ada diskusi dan dialog yang benar antara para pembuat rancangan undang-undang ini dengan masyarakat pers. Jangan sampai kemudian ini akan jadi backfire dan akan membungkam kebebasan berpendapat, kebebasan pers yang justru menjadi kunci dari tumbuhnya demokrasi di tanah air," pungkasnya.
(FRI)