Kaleidoskop 2022: Bola Panas Spin Off Unit Syariah
Industri perbankan di Tanah Air sempat kalang kabut dengan kewajiban pemisahan bisnis (spin off) terhadap Unit Usaha Syariah (UUS) yang dimiliki.
IDXChannel - Industri perbankan di Tanah Air sempat kalang kabut dengan kewajiban pemisahan bisnis (spin off) terhadap Unit Usaha Syariah (UUS) yang dimiliki agar dapat berdiri sendiri sebagai Bank Umum Syariah (BUS).
Semula kewajiban tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, di mana spin off berlaku selambat-lambatnya sebelum 2023 berakhir jika asetnya sudah 50% dari induk.
Kini bola panas spin off tersebut diatur dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) dengan mandat pengaturan berada di tangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini akhirnya menjadi angin segar bagi industri perbankan untuk mempersiapkan diri.
Lantas bagaimana kesiapan dan tantangan yang dihadapi industri perbankan dalam melepas unit usaha syariah mereka? Berikut rangkuman IDX Channel;
Banyak Unit Usaha Syariah Belum Siap Spin Off
Terdapat 20 bank umum atau konvensional yang memiliki unit usaha syariah (UUS) dengan jumlah kantor UUS mencapai 445 unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, 12 USS belum siap memisahkan diri dari induknya. Mayoritas didominasi oleh UUS Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Namun, terdapat beberapa Bank Umum Konvensional (BUK) yang memilih melakukan konversi ketimbang spin off, misalnya Bank Aceh Syariah dan Bank Nusa Tenggara Barat Syariah.
Anggota Komisi XI DPR RI Ela Siti Nuryamah unit usaha syariah memang perlu disapih agar bisa mendorong pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia. Jika industri belum siap dari sisi modal hingga infrastruktur, maka hanya akan menghasilkan bank syariah yang tidak memiliki daya saing.
"Maka kami di parlemen menangkap kegelisahan ini dan mencoba mencari jalan tengah agar tidak malah kontraproduktif dalam pengembangan industri keuangan syariah di Tanah Air," tegas Siti Nuryamah pada Kamis (29/9/2022).
Sederet Tantangan Spin off Unit Usaha Syariah
Pemerintah berharap pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia dapat meningkat dengan kewajiban spin off. Namun dalam prosesnya banyak tantangan berupa pemenuhan total aset, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur hingga kesediaan dari pemegang saham BUK.
Direktur Jasa Keuangan Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Taufik Hidayat mengatakan, preferensi dari pemegang saham BUK juga dapat mempengaruhi keputusan spin off atau memilih jalan konversi.
Di sisi lain, kondisi pandemi juga memaksa bank induk untuk melakukan pencadangan sebagai akibat dari restrukturisasi kredit yang berpotensi jatuh menjadi Non-Performing Loan (NPL) setelah masa relaksasi berakhir.
“Hal ini akan memberatkan BUK ketika harus menyetor modal kepada UUS yang di-spin-off pada masa recovery (paska pandemi). Walaupun batas minimal modal BUS sebesar Rp500 miliar, namun untuk bisa bersaing dalam industri perbankan, BUK paling tidak harus menyetorkan modal kepada BUS baru minimal Rp1 triliun,” jelasnya.
Ingin Berpisah, Unit Usaha Syariah Harus Punya Rp1 Triliun
Agar spin off dapat berjalan dengan baik, Unit Usaha Syariah perlu menyiapkan beberapa hal;
Pertama, memiliki modal inti minimal Rp1 Triliun. Jika ingin bersaing lebih baik, sebaiknya Bank Umum Syariah (BUS) memiliki modal inti minimal Rp3 Triliun.
Kedua, memiliki total aset yang cukup. Indikator total aset yang cukup dikembalikan kepada masing-masing bank, salah satunya bisa menggunakan indikator proporsi aset terhadap bank induk.
Ketiga, memiliki tren tingkat kesehatan bank dengan predikat sangat sehat.
Keempat, memiliki infrastruktur yang mendukung akselerasi bisnis BUS, termasuk kesiapan teknologi dan sumber daya manusia (SDM).
Kelima, memiliki hubungan kerjasama yang baik dengan induknya sehingga dapat melakukan sinergi (leveraging) dalam berbagai lini, kecuali dalam hal struktur manajemen dan permodalan.
Spin Off Unit Usaha Syariah Bergantung ke Bank Induk
Pengamat Ekonomi Syariah IPB Irfan Syauqi Beik menilai kebijakan spin off bergantung pada komitmen induk perusahaan. Misalnya dengan memanfaatkan teknologi dari induk berdasarkan kesepakatan kerja sama keduanya.
Ia meyakini kinerja Bank Umum Syariah (BUS) hasil spin off akan mengalami peningkatan. Apalagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pangsa pasar atau market share perbankan syariah Indonesia per Agustus 2022 mencapai 7,03 persen.
Pangsa pasar tersebut tercatat dengan komposisi industri yang terdiri dari 13 Bank Umum Syariah (BUS) dengan pangsa sebesar 66,14 persen dari total industri perbankan syariah, 20 Unit Usaha Syariah (UUS) dengan pangsa 31,39 persen, dan 166 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dengan pangsa 2,47 persen.
Aset perbankan syariah Indonesia pun tumbuh 17,91 persen secara tahunan (year on year/yoy) mencapai Rp 744,68 triliun pada Agustus 2022, DPK meningkat 18,08 persen (yoy) mencapai Rp591,97 triliun, dan PyD naik 18,56 persen (yoy) menjadi sebesar Rp 483,81 triliun.
Lalu jumlah rekening perbankan syariah nasional pun terus menunjukkan pertumbuhan, sehingga pada posisi Agustus 2022 jumlah rekening DPK mencapai 49,12 juta rekening atau bertambah 1,54 juta rekening dari Juli 2022, sedangkan untuk rekening PyD mencapai 7,61 juta atau bertambah 120 ribu rekening.
Resep Asuransi Syariah Laku Keras Usai Spin Off
Sama halnya dengan industri perbankan syariah nasional yang tumbuh melesat, asuransi syariah pun membutuhkan momentum pendongkrak. Namun, pilihan untuk melakukan spin off tidak bisa serta merta membuat perusahaan asuransi syariah langsung menjadi perusahaan yang besar dan diminati oleh banyak orang.
Menurut Ekonom Universitas Paramadina Handi Risza Idris, pasca spin off perusahaan harus tetap bekerja keras dalam membesarkan usaha dan bisnis yang dilakukan baik secara organik maupun non-organik. Terutama aspek keunggulan produk dan layanan terbaik (service excellence), yang masih mengalami ketertinggalan dari standar pelayanan dengan asuransi syariah yang sudah besar dan mapan.
Berdasarkan Pasal 87 Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, paling lambat 10 tahun setelah Undang-Undang ini diberlakukan, semua Unit Usaha Syariah (UUS) harus melakukan spin off atau berdiri sendiri menjadi perusahaan asuransi syariah full-fledged.
Per Juni 2022, jumlah perusahaan asuransi yang masih berbentuk UUS mencapai 45 perusahaan. Total asetnya sudah Rp44,25 triliun dengan pangsa pasar 5,3%.
(DES)