Pansus Angket Haji 2204 Temukan Hanya 20 dari 535 Bus yang Layak untuk Lansia
Pansus Angket Haji 2024 menemukan sejumlah catatan dalam pelaksanaan haji tahun ini. Salah satunya terkait bus untuk mengangkut jamaah lansia.
IDXChannel – Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji 2024 menemukan sejumlah catatan dalam pelaksanaan haji tahun ini. Salah satunya terkait moda transportasi untuk mengangkut jamaah di tanah suci yang tak layak untuk lanjut usia (lansia).
Anggota Pansus Angket Haji 2024, Luluk Nur Hamidah, mengatakan hanya 20 unit dari 530 bus yang disewa pemerintah masuk kategori layak untuk lansia. Hal itu ia ketahui setelah melakukan peninjauan di tanah suci dalam kapasitasnya sebagai anggota Timwas Haji DPR.
"Kita cek kondisi yang layak gimana, aman apa enggak, layak apa enggak khususnya yang kaitannya dengan kelayakan buat lansia. Nah ternyata dari 535 apa nampaknya itu hanya 20 yang masuk kategori layak untuk lansia dari 20 itu ternyata ya cuman 8 yang benar-benar (layak)," kata Luluk yang hadir secara virtual di acara diskusi KWP bertajuk "Pansus Haji Jawab Masalah Haji Selama Ini?" Selasa (16/7/2024).
Menurutnya, temuan itu masih harus didalami terkait biaya sewa bus yang dikeluarkan pemerintah. Namun, ia menilai pemerintah harusnya bisa menyediakan bus yang nyaman bagi jamaah Indonesia.
Apalagi, kata Luluk, Kemenag telah menetapkan tema haji 2024 "Haji Ramah Lansia."
"Karena ini temanya dari Kemenag, maka perlu kita catat gitu, jangan kemudian (tema haji) ini cuman slogan. Karena yang namanya lansia itu ibaratnya bapak-ibu, nenek-kakek, guru kyai, kita semua kita anggaplah itu semua ada di situ. Jadi kalau layanan itu baik untuk mereka insyaAllah barokah," tutur Luluk.
Selain moda transportasi, Luluk mengatakan pihaknya juga menemukan masalah dari katering untuk jamaah. Ia berkata, Pemerintah masih belum menjalani kesepakatan fasilitas katering.
Salah satunya, kata Luluk, makanan yang disajikan harus memiliki cita-rasa Nusantara dan pekerja katering harus didominasi dari WNI. Namun, kata Luluk, kesepakatan itu tak sepenuhnya dijalankan oleh pemerintah.
"Itu yang kita temukan masih banyak chef yang sebenarnya kewarganegaraan Bangladesh, ya pasti itu akan terikut yang namanya taste-nya sana. Nah ini kemudian terkonfirmasi dari apa yang kemudian dihidangkan. Jadi kita cari sampelnya yang diterima dan banyak juga jamaah yang ternyata jarang mau menghabiskan makanan itu," tutur Luluk.
(FRI)