SYARIAH

Pembiayaan Haji Mirip Skema Ponzi? Simak Penjelasannya

Melati Pratiwi 01/02/2023 17:14 WIB

Haji 2023 kini menjadi topik perbincangan hangat lantaran adanya kenaikan biaya hingga metode pengelolaan dana yang mirip skema ponzi.

Pembiayaan Haji Mirip Skema Ponzi? Simak Penjelasannya (Foto: dok Saudi Gazette)

IDXChannel - Biaya haji 2023 kini menjadi topik perbincangan hangat. Mulai dari usulan adanya kenaikan sampai Rp69,1 juta, hingga metode pengelolaan dana haji yang mirip skema ponzi.

Bahkan, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni’am menuding selama ini pengelolaan keuangan haji menggunakan mekanisme ponzi. Bagi Ni'am, perhitungan nilai manfaat sudah sepatutnya dihitung per individu, bukanlah secara akumulatif.

Tapi sebelum jauh membahas pernyataan MUI, apakah sebenarnya skema ponzi?

Pengertian Skema Ponzi

Skema Ponzi adalah modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor bukan berasal dari keuntungan yang diperoleh dari kegiatan operasi perusahaan. Namun berasal dari investor selanjutnya yang dilakukan dengan cara merekrut anggota baru. 

Berdasarkan keterangan dari laman DKJN Kementerian Keuangan, yang dikutip Rabu (1/2/2023), bisnis dengan Skema Ponzi akan kolaps ketika tidak ada lagi anggota baru yang bisa direkrut karena aliran dana akan terhenti sehingga mengakibatkan ketidakmampuan perusahaan dalam membayar keuntungan kepada investor. 

Skema ini dicetuskan oleh Charles Ponzi pada 1920 di Amerika Serikat. Ponzi ditangkap dan dipenjara setelah menyebabkan kerugian senilai sekitar USD20 juta dolar bagi para “penanam modalnya”.

Pada skema ponzi, keuntungan hanya akan dirasakan pada peserta yang ikut di awal dan di tengah saja. Peserta yang baru saja mendaftar ketika jumlah anggota sudah jenuh lah yang akan menanggung kerugian. Apabila semua peserta sudah mencapai level tertinggi dan tidak ada lagi anggota baru yang dapat direkrut, maka dengan sendirinya bisnis ini akan runtuh.

Pengelolaan Keuangan Haji Mirip Skema Ponzi

Ni'am membahas soal nilai manfaat yang digunakan untuk keberangkatan haji. Dirinya lantas menjelaskan, berdasarkan aturan yang tertuang, nilai manfaat ini sudah seharusnya digunakan secara personal.

"Nilai manfaat sendiri merupakan dana yang diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji yang dilakukan melalui penempatan dan/atau investasi. Nah nilai manfaat yang digunakan ini punya siapa? dalam aturan UU dan syar'i nilai manfaat ini idealnya dan seharusnya secara personal individual, bukan kolektif sebagai perkumpulan calon jamaah namun kondisi faktual secara kolektif," kata Ni'am dalam forum diskusi BIPH Berkeadilan dan Berkelanjutan, beberapa waktu lalu.

Tapi apa yang terjadi saat ini, nilai manfaat jemaah haji tunggu justru dipakai untuk menutup biaya jemaah haji yang bakal berangkat di tahun berlangsung. Menurut Ni'am apabila sistem ini terus berlanjut, maka tak menutup kemungkinan bakal terjadi malpraktek.

"Skema ini mirip ponzi, yaitu nilai manfaat dari uang calon jemaah yang baru digunakan untuk membayar pelaksanaan haji jemaah sebelumnya. Prinsipnya dana jemaah boleh diinvestasikan dan nilai manfaatnya kembali ke jemaah. Tapi, kalau untuk menutupi biaya haji jemaah lain, ini masuk kategori malpraktek penyelenggaraan ibadah haji karena itu perlu perbaikan," lanjutnya.

Memotong Mekanisme Ponzi

Melihat pengelolaan keuangan haji saat ini yang dianggap Ni'am mirip skema ponzi, dirinya ingin agar pemerintah dapat menghilangkannya. Tapi apabila sistem ini sudah terlanjur berjalan, Ni'am merasa ini saatnya untuk menyudahi.

"Kalau toh seandainya yang berjalan adalah memanfaatkan Nilai Manfaat dari dana kelolaan untuk kepentingan calon haji yang berbeda dari yang memilikinya, maka ini saatnya untuk berhenti. Dari saat BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji ) bisa mengidentifikasi si A punya uang berapa dan nilai manfaat berapa, sisanya jika sudah dihitung BPIH dan Bipih-nya maka tinggal menambah," tuturnya.

Di samping itu, Ni'am menegaskan, meski pemerintah memiliki hak tasharruf  menentukan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) dan BIPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) tapi ada hal yang tak boleh luput.

Dia ingin pemerintah memperhatikan status serta karakteristik sumber dana dalam proses pengelolaannya. Perlu diketahui, BPIH sendiri bersumber dari APBN ( Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) , nilai manfaat, maupun Bipih.

(DES)

SHARE