SYARIAH

Tak Ada Gagal Bayar di Asuransi Syariah, Tapi Tetap Terkena Citra Negatif

Hafid Fuad 15/02/2021 20:30 WIB

Banyaknya kasus perusahaan asuransi gagal bayar di Indonesia membuat khawatir para pelaku asuransi syariah.

Tak Ada Gagal Bayar di Asuransi Syariah, Tapi Tetap Terkena Citra Negatif (FOTO: MNC Media)

IDXChannel - Banyaknya kasus perusahaan asuransi gagal bayar di Indonesia membuat khawatir para pelaku asuransi syariah. Hal ini dikhawatirkan membawa citra negatif bagi industri asuransi syariah.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia atau AASI Erwin Noekman mengaku khawatir dengan ramainya berita gagal bayar asuransi besar yang akan mempengaruhi citra pelaku asuransi lain khususnya bisnisnya yang lebih kecil. Dia mengkhawatirkan industri asuransi syariah akan ikut mendapatkan citra negatif dari masyarakat. 

"Walaupun gagal bayar tidak ada di asuransi syariah tapi literasi asuransi syariah masih minim. Kami khawatir terpengaruh berita negatif asuransi besar. Ini jadi tantangan kepengurusan AASI," ujar Erwin dalam sesi webinar di Jakarta, Senin (15/2/2021).

Karena itu dia menggerakkan pengurus AASI untuk melakukan kampanye positif melawan arus berita negatif. Strategi yang dipilih adalah melakukan kampanye asuransi syariah untuk tolong menolong. Menurutnya di tengah berbagai bencana saat ini minat masyarakat untuk berdonasi tinggi seperti melakukan wakaf dan membantu korban bencana. 

"Konsep proteksi bagus saat ini untuk masyarakat saling tolong menolong. Di masa pandemi dan bencana seperti ini masyarakat jadi bersemangat untuk berdonasi. Jadi ini akan terus kami kampanyekan," ujarnya.

Kinerja asuransi syariah pada Desember 2020 untuk nilai aset industri tercatat sebesar Rp44,4 triliun, yang turun 2,2% (yoy) dibandingkan dengan 2019 senilai Rp45,5 triliun. Kinerja ini dinilai masih berada dalam kondisi yang wajar, mengingat besarnya dampak pandemi Covid19 bagi perekonomian.

Industri asuransi syariah juga menutup 2020 dengan perolehan laba Rp792 miliar, yang berarti menurun hingga 80,5% (yoy) dibandingkan dengan 2019 senilai Rp4,07 triliun. (RAMA)

SHARE