Technology

ByteDance Rela Tutup TikTok di AS Dibandingkan Kehilangan Hal Ini

Febrina Ratna 26/04/2024 13:43 WIB

ByteDance menyatakan tidak berencana menjual TikTok jika upaya hukum melawan undang-undang yang mengancam boikot aplikasi video itu di AS gagal.

ByteDance Rela Tutup TikTok di AS Dibandingkan Kehilangan Hal Ini. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Induk perusahaan TikTok, ByteDance, menyatakan tidak berencana menjual TikTok jika upaya hukum melawan undang-undang yang mengancam boikot aplikasi video itu di Amerika Serikat (AS) gagal.

Keputusan tersebut cukup mengejutkan karena AS menyumbang sekitar 25% dari keseluruhan pendapatan TikTok tahun lalu seperti dilansir dari Reuters. Meski begitu, pendapatan Bytedance masih bisa diselamatkan dengan sumber uang yang cukup besar di China, terutama dari aplikasi seperti Douyin, yang setara dengan TikTok di negara tersebut.

TikTok juga hanya menyumbang sebagian kecil dari total pendapatan dan pengguna aktif harian ByteDance. Pengguna aktif harian TikTok di AS hanya menyumbang sekitar 5% dari DAU ByteDance di seluruh dunia.

Adapun, pendapatan ByteDance sepanjang 2023 meningkat menjadi hampir USD120 miliar dari USD80 miliar pada 2022. Dengan kondisi tersebut, ByteDance lebih memilih menutup aplikasi tersebut di AS dalam skenario terburuk daripada menjualnya ke calon pembeli Amerika.

Teknologi Algoritma Tidak Dijual

Penutupan akan berdampak terbatas pada bisnis ByteDance sementara perusahaan tidak harus melepaskan algoritma intinya. Sebab, algoritme itu yang dianggap inti dari keseluruhan operasi ByteDance, sehingga penjualan aplikasi dengan algoritma sangat kecil dilakukan oleh perusahaan tersebut.

Menurut sumber Reuters, TikTok berbagi algoritma inti yang sama dengan aplikasi domestik ByteDance seperti platform video pendek Douyin. Algoritmenya dianggap lebih baik dibandingkan rival ByteDance seperti Tencent dan Xiaohongshu.

Dengan begitu, tidak mungkin ByteDance mendivestasi TikTok dengan algoritmenya karena lisensi kekayaan intelektual mereka terdaftar di bawah ByteDance di China sehingga sulit untuk dipisahkan dari perusahaan induknya.

Selain itu, memisahkan algoritme dari aset TikTok di AS akan menjadi prosedur yang sangat rumit dan ByteDance kemungkinan besar tidak akan mempertimbangkan opsi tersebut.

ByteDance juga tidak akan setuju untuk menjual salah satu asetnya yang paling berharga, yaitu algoritma TikTok, karena dianggap sebagai “sumber rahasianya” terhadap para pesaingnya.

Di sisi lain, China telah mengindikasikan menolak divestasi paksa aplikasi TikTok selama sidang kongres AS pada Maret tahun lalu. “China akan dengan tegas menentangnya (penjualan paksa TikTok),” kata juru bicara Kementerian Perdagangan dalam konferensi pers di Beijing pada akhir Maret 2023.

“Penjualan atau divestasi TikTok melibatkan ekspor teknologi dan harus melalui prosedur perizinan administratif sesuai dengan hukum dan peraturan China,” lanjutnya.

China pada 2020 meluncurkan Undang-Undang Kontrol Ekspor dan teks finalnya yang memperluas definisi “barang yang dikontrol pemerintah” dari rancangan sebelumnya. Menurut media pemerintah, amandemen tersebut memastikan bahwa ekspor algoritma, kode sumber, dan data serupa harus melalui proses persetujuan.

Selain algoritma, aset utama TikTok mencakup data pengguna serta operasi dan manajemen produk.

Sementara itu, eks Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin telah menyatakan minatnya untuk membentuk kelompok investor untuk mencoba membeli TikTok. ByteDance mungkin kesulitan menarik pembeli aset TikTok di AS, kecuali dengan algoritmanya.

Adapun, pemegang saham ByteDance saat ini juga terdiri dari lembaga internasional seperti Sequoia Capital, Susquehanna International Group, KKR & Co (KKR.N), dan General Atlantic dengan nilai saham USD268 miliar pada Desember 2023 lalu.

(FRI)

SHARE