Abaikan Prudentialitas Dalam Pembiayaan Batu Bara, MAKI: Masuk Kategori Korupsi!

IDXChannel - Pemerintah terus berupaya membangun ketahanan perekonomian nasional dengan bertopang pada pengembangan ekonomi berkelanjutan. Di industri jasa keuangan, misalnya, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 51/POJK.03/2017 terkait penerapan pembiayaan berkelanjutan oleh perbankan.
Namun faktanya, sektor tambang justru masih menjadi salah satu kontributor utama terhadap kinerja pembiayaan perbankan nasional. Bahkan seiring dengan geliat bisnis batu bara dalam beberapa waktu terakhir, membuat persaingan bisnis pembiayaan di sektor tersebut menjadi kian sengit, yang disinyalir menjadi alasan sebagian bank yang sampai berani mengambil risiko dengan meniadakan kewajiban agunan agar produk pembiayaannya dapat diminati oleh perusahaan batu bara.
"Bila sampai terbukti bahwa kreditnya macet, lalu pengusahanya tidak berniat melunasi, dan (kasus pembiayaan tanpa agunan) itu (dilakukan oleh) Bank BUMN, maka bisa masuk kategori korupsi," ujar Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, dalam keterangan resminya, Selasa (24/5/2022).
Tak hanya macet, menurut Boyamin, aktivitas pembiayaan juga bisa dianggap bermasalah ketika diketahui perusahaan penerima pembiayaan tidak menggunakan fasilitas kreditnya untuk memperkuat kinerja bisnisnya, sebagaimana telah disepakati dalam akad pemberian fasilitas pembiayaan. "Misal hanya sebagian (dana pembiayaan yang digunakan untuk membiayai bisnis), dan sebagian dipakai untuk keperluan lain, ya tetap tidak boleh. Tetap melanggar," tutur Boyamin.
Senada dengan Boyamin, Pengamat Hukum dari Universitas Gajah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, menyebut bahwa dalam pinjam meminjam masuk ranah perbankan dan aturan tanpa atau dengan jaminan seharusnya diatur rigid dalam aturan internal bank. Hal ini lantaran di industri perbankan terdapat azas kehati-hatian (prudentialitas) yang harus dipenuhi oleh pihak bank dalam menjalankan seluruh aktivitas bisnisnya, termasuk juga di bisnis pembiayaan.
"Sehingga jawabannya ada di Bank BUMN. Jika dalam jumlah besar, maka seharusnya ada jaminan yang memadai. Jaminan pun diikat hak tanggungan dan ada appraisal untuk menilai jaminan lebih tinggi dari hutang," ujar Akbar.
Begitu juga jika terdapat potensi kredit macet, harus ada jaminan yang memadai. Karena menurutnya, sudah banyak sekali kredit macet BUMN yang dijerat korupsi. "Unsur utamanya adalah apakah dalam pemberian kredit menyalahgunakan wewenang. Jika iya maka masuk Pasal 3 UU Korupsi," kata dia.
Kemudian menurutnya, jika peminjaman tersebut sudah melawan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) maka bisa disebut penyalahgunaan kewenangan. "Jika sudah melewati POJK maka ini bagian dari penyalahgunaan wewenang," tegasnya. (TSA)