IDXChannel - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyampaikan bahwa 57% pendanaan fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) disalurkan di sektor konsumtif dan 43% di sektor produktif.
Namun menurutnya dari angka tersebut ada fenomena yang menarik, berdasarkan survei yang dilakukan oleh AFPI, dari 57% dana yang disalurkan untuk sektor konsumtif, 35% digunakan untuk keperluan produktif.
"Jadi channel konsumtif ini digunakan untuk membantu usaha yang produktif," ungkap Kuseryansyah dalam siaran Market Review di IDX Channel, Kamis (20/7/2023).
Menurutnya hal tersebut terjadi karena channel di sektor konsumtif persyaratannya lebih mudah dan prosesnya lebih cepat.
"Ini masih bisa diterapkan untuk pinjaman-pinjaman yang jumlah pinjamannya kecil, tentu saja kalau jumlah pinjamannya besar katakanlah di atas Rp50 juta di atas Rp100 juta itu memerlukan proses yang sedikit lebih panjang dalam rangka untuk menilai calon peminjam," jelasnya.
Dia memaparkan, pada filosofinya, hadirnya P2P lending memang diperuntukkan untuk melayani masyarakat yang unbankable dan underserve.
"Unbankable ini maksudnya masyarakat yang belum terlayani oleh layanan perbankan karena berabagai alasan, baik terkait dengan persyaratan dokumentasi, persyaratan keuangan, ataupun juga misalnya harus ada jaminan dan lain-lain," terangnya.
Sedangkan, segmen underserve merupakan segmen yang sudah terlayani oleh perbankan yang usahanya terus tumbuh. Tetapi ketika mereka mengajukan kembali pinjaman ke bank, jaminannya tidak cukup
"Nah ini yang kemudian menjadi salah satu target dari fintech pendanaan bersama ini," pungkasnya.
(SAN)
Advertisement
AFPI Sebut Mayoritas Masyarakat Doyan Pinjol untuk Sektor Konsumtif
Hadirnya P2P lending memang diperuntukkan untuk melayani masyarakat yang unbankable dan underserve.

AFPI Sebut Mayoritas Masyarakat Doyan Pinjol untuk Sektor Konsumtif (FOTO:MNC Media)
Follow Saluran Whatsapp IDX Channel untuk Update Berita Ekonomi
Follow
Tim Editor
Advertisement
Advertisement