Mayoritas ekonom yang disurvei Bloomberg News mengantisipasi kebijakan tersebut. MAS mengetatkan kebijakan moneternya lima kali sejak Oktober 2021 sebelum jeda panjang yang dimulai pada 2023.
MAS memungkinkan mata uang bergerak dalam suatu pita, menyesuaikan kemiringan, pusat, atau lebar sesuai kebutuhan untuk memicu laju apresiasi atau depresiasi.
“Inflasi Inti MAS telah menurun lebih cepat dari yang diharapkan dan akan tetap di bawah 2 persen tahun ini, yang mencerminkan tekanan harga dasar yang rendah dan stabil dalam perekonomian,” kata MAS.
“MAS akan memantau dengan saksama perkembangan ekonomi global dan domestik, dan tetap waspada terhadap risiko inflasi dan pertumbuhan," katanya. (Wahyu Dwi Anggoro)