Tak hanya seputar tarif dagang, Trump juga meluncurkan berbagai macam arah kebijakan, termasuk pengetatan arus migrasi yang berpotensi mengetatkan pasar tenaga kerja AS, hingga pemotongan pajak korporasi, yang secara keseluruhan dinilai berpotensi meningkatkan inflasi AS dan memicu ketidakpastian global.
Bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) juga dinilai mulai menunjukkan sikap kurang agresif setelah menahan Fed Funds Rate (FFR) sebesar 4,25-4,50 persen.
Keputusan the Fed menahan suku bunga acuan didorong oleh kondisi terkini inflasi di AS. Sebagai pengingat, inflasi AS secara konsisten meningkat dari 2,4 persen (yoy) pada September 2024 ke 3,0 persen (yoy) di Januari 2025, menjauh dari target inflasi the Fed sebesar 2 persen.
Inflasi inti AS (yang tidak termasuk komponen pangan dan energi) juga naik kembali ke 3,3 persen (yoy) di Januari 2025.
“Perkembangan terkini inflasi di AS mendorong menguatnya pandangan bahwa The Fed akan mengurangi agresivitas pemangkasan suku bunga acuannya selama 2025,” tutur Teuku.