Menariknya, dikatakan Nafan, strategi kolaborasi dalam penyaluran kredit juga diikuti dengan manajemen risiko yang baik. Hal ini terbukti dari rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross yang tergolong rendah, yaitu sebesar 0,3 persen, atau jauh di bawah rata-rata industri perbankan pada umumnya.
Capaian tersebut, Nafan menjelaskan, dapat menunjukkan bahwa pendekatan yang dilakukan Bank Jago sangat hati-hati terhadap bisnis pinjaman di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu.
Namun, di sisi lain, rendahnya NPL juga sekaligus memberikan ruang ekspansi yang terbuka lebar terhadap pertumbuhan kredit.
Sehingga, dengan pertumbuhan tersebut, Bank Jago berhasil mendorong kenaikan aset hingga 44 persen secara tahunan (year on year/YoY), atau mencapai Rp32,5 triliun.
Selain itu, profitabilitas bank juga mengalami peningkatan yang signifikan dengan laba bersih setelah pajak melonjak sebesar 178 persen yoy menjadi Rp60 miliar di triwulan I-2025 ini.
"Manajemen (Bank Jago) yang diisi bankir berpengalaman menurut Saya juga berperan dalam menjaga posisi keuangan yang kuat dan stabil dalam waktu yang cukup lama," ujar Nafan.