"Pada saat tingkat hutang yang lebih tinggi, transisi yang cepat dari periode suku bunga rendah yang berkepanjangan ke suku bunga yang jauh lebih tinggi - yang diperlukan untuk memerangi inflasi - pasti menimbulkan tekanan dan kerentanan, sebagaimana dibuktikan oleh perkembangan terakhir di sektor perbankan di beberapa negara maju," ujar Georgieva dalam konferensi di Beijing.
Komentar tajam tersebut muncul ketika Bank Sentral Eropa (ECB) mengatakan bahwa gejolak di sektor perbankan yang terjadi baru-baru ini akan berdampak nyata pada bisnis dan pertumbuhan sehingga menimbulkan kegelisahan terhadap masalah-masalah di sektor perbankan yang mengakibatkan pertumbuhan yang lebih rendah dan meredam inflasi.
"Kesan kami adalah bahwa hal ini akan mengarah pada pengetatan standar kredit tambahan di kawasan euro dan mungkin hal ini akan berimbas pada perekonomian dalam hal pertumbuhan yang lebih rendah dan inflasi yang lebih rendah," ujar Luis de Guindos, wakil presiden ECB.
Kepala Pengawas Pengeluaran Publik Inggris menggarisbawahi bahwa dampak negatif meninggalkan Uni Eropa bagi perekonomian Inggris akan menyebabkan luka ekonomi yang lebih dalam daripada pandemi.
"Kami pikir Brexit dalam jangka panjang mengurangi output kita secara keseluruhan sekitar 4% dibandingkan jika kita tetap berada di Uni Eropa. Ini adalah guncangan bagi ekonomi Inggris yang besarnya setara dengan guncangan lain yang telah kita lihat dari pandemi dan dari krisis energi," ujar Richard Hughes, ketua Kantor Tanggung Jawab Anggaran, kepada BBC yang dikutip melalui laman The Guardian, Minggu (26/03/2023).