Tak berhenti di situ, Friderica menjelaskan, sebagian besar penipuan dengan berbasis teknologi masuk dalam kategori social engineering dan peretasan akun.
Kiki merinci, pelaku berpura-pura menjadi pihak lain, termasuk customer service lembaga keuangan, travel agent, internet provider, bahkan lembaga pemerintah, dengan tujuan memperoleh data pribadi masyarakat.
“Pelaku sering meminta informasi sehingga akhirnya masyarakat secara sukarela memberikan PIN dan OTP mereka,” ujarnya.
Sepanjang Agustus 2025, OJK mencatat ada tiga aduan khusus terkait penggunaan AI dalam penipuan. Kasus tersebut meliputi penagihan dengan ancaman penyebaran foto yang telah diedit menggunakan AI serta penyalahgunaan data pribadi untuk pembukaan rekening.
Hingga 29 Agustus 2025, OJK melalui Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) telah menerima 238.552 laporan aduan.